Thursday 7 December 2017

MAKALAH GUGATAN

GUGATAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Hukum Acara Peradilan Agama Dosen Pengampu : Ahmad Nur Qodin S.H.I., M.H Kelompok 3 Disusun Oleh : 1. Muhammad Azam K. ( 1520110051 ) 2. Dewi Ratna Sari (1520110053 ) 3. Muhammad Mukhsin (1520110054 ) Kelas : AS-B / SEMESTER 5 PRODI AKHWALUS SYAKHSIYYAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS 2017 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu bersosialisasi tidak jarang terjadi konflik antara individu satu dengan yang lainnya maupun antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya. Terkadang konflik yang terjadi menimbulkan kerugian kepada pihak yang lainnya. Agar dalam mempertahankan hak masing-masingnya tidak melampaui batas dari norma yang telah ditentukan maka perbuatan seenaknya harus di hapuskan. Masalah hukum sering kali terjadi di lingkungan masyarakat. Bahkan setiap harinya pastinya tak jarang terjadi. Untuk menegakkan keadilan bagi setiap warga maka perlu adanya cara yang tepat bagaimana mengajukan ke tempat yang semestinya yaitu pengadilan. Banyak orang – orang yang memepunyai masalah hukum terkait perceraian, penipuan dan sebagainya, sering kali salah atau kebingungan dalam menindak lanjuti ke pengadilan tersebut. Bahkan kadang terjadi kesalahan yang perlu untuk di benahi oleh para pembela keadilan itu. Untuk itu dalam makalah ini, kami akan membahas lebih lanjut bagaimana cara mengajukan gugatan perkara ke tingkat yang tinggi seperti pengadilan. Sehingga kita dapat mengetahui tentang ruang lingkup gugatan itu sendiri. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari gugatan ? 2. Siapa saja pihak – pihak dalam gugatan? 3. Apa saja bentuk gugatan ? 4. Bagaimana sistem gugatan dan tata cara memasukkan gugatan ? 5. Bagaimana formulasi gugatan C. Tujuan 1. Untuk menjelaskan pengertian dari gugatan ? 2. Untuk mengetahui pihak – pihak dalam gugatan? 3. Untuk mengetahui bentuk gugatan ? 4. Untuk mengetahui sistem gugatan dan tata cara memasukkan gugatan ? 5. Untuk mengetahui formulasi gugatan BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Gugatan Gugatan dalam bahasa hukum islam disebut “ad-da’wa”. Kata “ad-da’wa” ini dipergunakan pula sebagai tuntutan pidana, yakni da’wa perdata atau da’wa pidana tergantung dengan konsep kalimat. Darwan Prints mengartikan gugatan dengan: suatu upaya hukum atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui putusan pengadilan. Mardani mengartikan gugatan dengan; suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung sengketa dan merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak. Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, gugatan itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigen richting). Kesimpulannya gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainya dan haru s diperiksa menurut tatacara tertentu oleh Pengadilan, serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. B. Pihak – Pihak Gugatan a. penggugat dan tergugat penggugat ialah orang yang menuntut hak perdatanya ke muka pengadilan perdata. Penggugat ini disebut eiser ( belanda ) atau al – mudda’y ( arab ). Penggugat mungkin sendiri dan mungkin gabungan dari berapa orang , sehingga muncullah istilah penggugat 1, penggugat 2, dan penggugat 3, dan seterusnya. Juga mungkin memakai kuasa sehingga ditemui istilah kuasa penggugat, kuasa penggugat 1, kuasa penggugat 2, dan seterusnya. Lawan dari penggugat disebut tergugat. Keadaan tergugat juga mungkin sendiri atau mungkin gabungan dari beberapa orang atau memakai kuasa, sehingga muncul istilah tergugat 1, tergugat 2, tergugat 3, dan seterusnya. Kuasa tergugat 1 , kuasa tergugat 2, kuasa tergugat 3, dan seterusnya. b. pemohon dan termohon Di samping peradilan dalam arti yang sesungguhnya, ada kemungkinan seorang memohon kepada pengadilan untuk minta ditetapkan atau mohon di tegaskan sesuatu hak bagi dirinya atau tentang sesuatu situasi hukum tertentu, baginya sama sekali tidak ada lawan ( tidak berperkara dengan orang lain). Orang yang memohon di situ dengan istilah pemohon atau introductief request atau al – mudda’y. Peradilan perdata yang menyelesaikan perkara permohonanseperti di atas, disebutjurisdictio voluntaria atau peradilan yang tidak sesungguhnya. Termohon sebenarnya dalam arti asli, bukanlah sebagai pihak tetapi hanya perlu dihadirkan di depan sidang untuk di dengar keterangannya untuk keentingan pemeriksaan, karena termohon mempunyai hubungan hukum langsung dengan pemohon. Jadi dalam arti asli, termohon tidak imperative hadir di depan sidang seperti halnya tergugat, artinya sekalipun termohon tidak hadir, bilamana permohonan cukup beralasan terbukti maka permohonannya akan dikabulkan dan kalau tidak terbukti akan ditolak. c. Kuasa khusus dan penasehat Hukum Tentang kuasa khusus dan penasehat hukum dimaksudkan dalam uraian di sini karena menyangkut langsung pihak – pihak yang berperkara. Istilah kuasa khusus selalu dikaitkan dengan perkara perdata sedangkan penasihat hukum selalu dengan perkara pidana. Itu berarti bahwa istilah penasihat hukum tidak akan diketemukan dimuka peradilan Agama yang perdata itu dan istilah kuasa khusu tidak akan diketemukan dimuka pengadilan pidana. C. Bentuk Gugatan Tentang bentuk gugatann dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 18 ayat 1 HIR atau pasal 142 ayat 1 RGB dan pasal 144 ayat 11 RGB, dari ketentuan pasal – pasal yang dimaksud, gugatan dapat: a. Bentuk Tertulis - ditandatangani, dan - memenuhi peraturan perundang – undangan materai ( zegel verordening ) Jika gugatan berbentuk tertulis, harus memenuhi syarat formal berupa tanda tangan dan bermaterai cukup sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Gugatan yang berbentuk tertulis inilah yang disebut” surat gugatan “. Mengenai penandatanganan surat gugatan, dapat dilakukan penggugat in person. Tetapi boleh juga ditanda tangani oleh seorang atau beberapa kuasa, asal sebelum membuat dan menandatangani surat gugatan telah lebih dulu mendapat “ surat kuasa khusus “. Jika surat kuasa yang dimiliki hanya bersifat “kuasa umum”, tidak sah mentandatangani surat gugatan. Menegnai masalah tanda tangan dalam surat gugtan tidak perlu disahkan atau diwaarmerking pejabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan penegasana salah satu putusan MA tanggal 4 Juli 1978 No. 840 K/Sip /1975 bahwa “surat gugatan bukan merupakan aktta dibawah tangan maka syarat gugatan tidak terikat pada ketentuan Pasal 286 ayat 2 RGB jo. Stb. 1919-776’’. Lain halnya jika surat gugatan dibubuhi dengan cap jempolbaru diharuskan adanya pengesahan atas jempol tersebut. Namun seandainya lalai, dapat disempurnakan. Hal itu antar lain dapat dilihat dalam putusan MA tanggal 24 Agustus 1978 No. 769 K/ Sip/ 1976: “ gugatan bercap jempol yang tidak dilegalisasi, berdasar yurisprudensi bukanlah batal menurut hukum, tapi selalu dikembalikan untuk dilegalisasi kemudian.” b. Berbentuk Lisan - bagi penggugat yang buta huruf, dan - diajukan langsung kepada Ketua Pengadilan Bentuk gugat yang kedua berbentuk lisan. Hal ini di atur dalam pasal 120 HIR atau pasal 144 ayat 1 RGB. Di situ ditegaskan, bilamana penggugat buta huruf, gugatan dapat diajukan dengan lisan kepada ketua Pengadilan.. terhadap gugat lisan tersebut, ketua pengadilan mencatat atau menyuruh catat kepada salah seorang pejabat pengadilan. Kemudian dari catatan tersebut ketua pengadilan menformulasi berupa surat gugatan. Tujuan memberi kelonggaran mengajukan gugat secara lisan, untuk membuka kesempatan kepada rakyat pencari keadilan yang buta akan aksara membela dan mempertahankan haknya. Dalam memberi bantuan menformulasi gugat lisan yang disampaikan, ketua Pengadilan tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan yang dikehendaki penggugat. Oleh karena itu, kebodohan penggugat, jangan semakin dibodoh – bodohi. D. Sistem Gugatan dan Tata cara memasukkan Gugatan 1. Sistem Gugatan System gugatan disebut juga “stelsel gugatan”. Maksudnya bagaimanaa cara memasukkan permintaaan pemeriksaan perkara kepada pengadilan,agar permintaan dapat diterima pihak pengadiln. Tidak sembarang cara memasukkan permintaan pemeriksaan perkara. Harus dituruti tata cara yang ditentukan undang undang. Dalam sejarah pengadilan di Indonesia, dikenal dua sistem gugatan. Yang satu disebut sistem dagvarding,dan yang satu lagi disebut sistem “permohonan”. a. Secara Dagvarding sistem pemasukan perkara secarab dagvarding,diatur dalam pasal 1RV(Reglement of de rechtsvordering,S.1849-61). Dalam Bahasa Indonesia disebut Reglement acara perdata,diberlakukan dimasa kolonial sebagai hukum acara perdata pada Raddvan justitie. Dalam stelsel dagvarding,gugatan diberitahu oleh seorang juru sita atas nama penggugat kepada tergugat. Juru sita langsung menyampaikan panggilan agar tergugat datang menghadap hakim untuk diperiksa perkaranya dalam suatu proses perdata. b. Secara permohonan Sistem penyampaian gugatan dengan cara mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang berisi “permintaan” agar pengadilan memanggil penggugat serta pihak yang digugat untuk datang menghadap ke sidang pengadilan untuk memerikasa sengketa yang diperkarakan penggugat terhadap tergugat, sebagaimana yang diutarakan dalam surat gugatan. Pengajuan gugat dengan cara permohonan yang di anut di lingkungan pengadilan Umum dengan sendirinya berlakuk sekarang di lingkunan pengadilan Agama berdasarkan ketentuan Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989. Sistem permohonan digariskan dalam pasal 119 HIR atau Pasal 143 RBG. Dan apa yang digariskan dalam HIR dan RGB tersebut ditegaskan kembali dalam pasal 55 UU No. 7 Tahun 1989. Jadi pemeriksaan perkara di pengadilan baru dapat di mualai setelah diajukan permohonan atau gugatan. 2. Tata cara memasukkan Gugatan Seperti yang sudah di singgung di atas tata cara pengajuan permohonan atau gugatan di atur dalam pasal 19 HIR atau Pasal 143 RGB. Menurut ketentuan pasal dimaksud. a) Permohonan ditujukan kepad a Ketua Pengadilan Permohonan atau gugatan di alamatkan kepada ketua pengadilan dengan permintaan agar pengadilan: 1. memeriksa hari persidangan 2. memanggil penggugat dan tergugat, dan 3.memeriksa perkara yang diajukan penggugat kepada tergugat b) Gugatan disampaikan kepada kepaniteraan pengadilan Sekalipun gugatan dan dialamatkan kepada ketua pengadilan, tapi penyampaiannya dimasukkan kepada panitera pengadilan. Hal ini ditegaskan dalam pasal 121 ayat (1) HIR atau pasal 145 ayat (1) RGB c) Pemohon wajib lebih dulu membayar ongkos perkara Lebih lanjut pasal 121 ayat 4 atau pasal ayat 4 RGB menegaskan, salah satu syarat formal gugatan, agar gugatan resmi dapat diterima dan di daftarkan dalam buku register perkara, apabila membayar “panjar” ongkos perkara. Selama penggugat belum melunasi panjar ongkos perkara berdasar perhitungan yang diperkirakan pengadilan, gugatan tidak boleh di daftar dalam buku register perkara, dan gugatan dianggap belum ada. Perhitungan panjar ongkos perkara yang disebut dalam pasal 121 ayat 4 HIR atau pasal 145 RGB, berpatokan pada taksiran biaya kantor kepaniteraan dan ongkos – ongkos melakukan segala jenis panggilan dan pemberitahuan serta biaya materai. Memperhitungkan biaya pemanggilan atau pemberitahuan didasarkan kepada keadaan setempat. Tergantung pada jarak pihak – pihak yang hendak dipanggil. Jika jaraknya jauh, perhitungan sesuai dengan ongkos perjalanan yang umum. Jangan diambil perhitungan biaya transportai yang mahal seperti taksi dan sebagainya. Jika tempat itu dapat dicapai dengan pengangkutan bis umum. Ketentuan biaya perkara yang diatur dalam opasal HIR atau RGB, diperjela lagi dalam pasal 90 UU No. 7 Tahun 1989. Dalam pasal ini dirinci apa saja yang menjadi dasar p erhitungan jumlah biaya perkara: 1) Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara itu 2) Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu 3) Biaya yang diprlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara itu 4) Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain – lain. E. Formulasi Gugatan Formulasi gugatan ialah rumusan dan sistematika gugat yang tepat menurut hukum dan praktek peradilan. Sehubungan dengan masalah formulasi gugat, masih ditemukan gugat yang tidak memenuhi syarat. Tidak kecuali gugatan yang dibuat pengacara sekalipun, masih kurang sempurna formulasi dan sistematikanya. Dalam uraian ini, akan di coba menguraikan pokok – pokok formulasi gugat sesuai dengan ketentuan hukum. 1) Pencantuman tanggal gugatan - Boleh pada bagian depan halaman pertama, atau - pada halaman akhir di atas tanda tangan penggugat kealpaan mencantumkan tanggal tidak mempengaruhi keabsahan gugat. Karena tanggal bukan syarat formal surat gugatan. Cuma di pandang dari segi sifat surat gugatan sebagai suatu permintaaan resmi kepada pengadilan untuk memanggil, dan memeriksa pihak penggugat dan tergugat dalam sidang pengadilan, janggal sekali jika surat gugatan tidak mencantumkan tanggal. Dalam praktek peradilan, tanggal surat gugat secara resmi dicantumkan dalam putusan, tetapi sekiranya alpa, asar tanggal resminya surat gugat dapat diambil dari tanggal pendaftaran dalam buku registrasi perkara. 2) Pencantuman alamat ketua pengadilan Sesuai dengan ketentuan pasal 118 ayat 1 HIR atau pasal 142 ayat 1 RGB, surat gugatan dialamatkan kepada ketua pengadilan. Oleh karena itu, surat gugatan harus mencantumkan bahwa gugatan dialamatkan kepada ketua pengadilan. Hal ini sesuai dengan maksud gugatan, tiada lain dari permintaan atau permohonan langsung kepada pengadilan agar memanggil dan memeriksa para pihak dalam pemeriksaanpersidangan pengadilan. Cuma hal itu bukan syarat formal keabsahan surat gugatan. Seadndainya penggugat lupa, tidak mengakibatkan gugatan tidak sah. Kelalaian itu dapat dianggaap sudah tercantum dalam gugatan. 3) Pencantuman lengkap dan terang nama serta alamat para pihak Sistematika berikut ialah pencantuman nama lengkap serta alamat yang terang dari para pihak. Hal ini merupakan salah satu factor esensial syarat formal surat gugatan. Sedapat mungkin mengenai penulisan nama selengkapnya termasuk gelar atau panggilan sehari – hari, guna menghindari terjadinya erroe persona. Apalagi menghadapi hakim yang berpandangan sempit dan formalistic, kesalahan penulisan nama saja dapat diadikan alasan untuk menyatakan gugat tidak sempurna. Sekalipun diakui bahwa pencantuman nama harus lengkap dan terang, kekeliruan penulisan harus dianggap masih dalm batas – batas yang dapat ditolerir. Apalagi setelah dicocokkan dengan alamat tempat tinggal memang dia itulah orang yang dimaksud penggugat, kesalahan penyebutan nama yang tidak sampai mengelirukan dapat diperbaiki hakim dalam persidangan. 4) Penegasan parra pihak dalam perkara Formulasi penegasan para pihak gugatan, penulisannya langsung mengikuti penyebutan identitas. Penegasan ini merupakan syarat formal. Kelalaian atasnya dapat dianggap gugatan obscure libel. Sebab tujuan penegasan kedudukan para pihak berkaitan erat dengan hak membela dan mempertahankan kepentingan para pihak. Sekiranya surat gugatan hanya mencantumkan identitas seseorang tapi tidak menegaskan posisinya dalam perkara apakah sebagai tergugat atau tidak, bagaimana mungkin orang yang bersangkutan dapat membela dan mempertahankan hak dan kepentingannya. Itu sebabnya di samping dalam posita diuraikan hubungan hukum yang terjadi antara pihak, harus ditegaskan satu persatu kedudukan para pihak dalam surat gugatan. Jika tidak, gugatan dianggap “ kabur” atau obscur libel. 5) Uraian posita atau dalil gugat Posita gugat adlah penjelasan dalil atau alasan gugatan. . ia merupakan esensi gugatan yang berisi hal – hal penegasan hubungan hukum antara penggugat dengan tobyek yang disengketakan pada satu segi, hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat serta hubungan tergugat dengan obyek sengketa pada segi yang lain.posita merupakan penjelasan dan penegasan “ materi” perkara yang lazim juga disebut pokok perkara. 6) Perumusan hal – hal yang bersifat assessor Dalil gugatan dengan segala penjelasan yang membarenginya adalah bagian dari pokok perkara atau materi perkara. Tapi terkadang gugatan poko sering diikuti dengan gugatan atau permintaan yang bersifat assessor. Maksudnya, dengan adanya gugatan pokok, hukum membenarkan penggugat mengajukan gugatna tambahan yang melakat pada gugat pokok. Ada gugat assessor yang tidak murni. Dikatakan assessor yang tidak murni, sekalipun pada dasarnya gugtan assessor tersebut mutlak melekat pada gugat pokok, dia dapat diajukan sebagai gugat yang berdiri sendiri setelah gugat pokok memperoleh kekuatan hukum tetap. 7) Pencantuman permintaan utuk dipanggil dan diperiksa Pencantuman permintaan agar para pihak dipanggil dan diperiksa dalam persidangan adalah rumusan formal memenuhi ketentuan pasal 121 ayat 1 HIR atau pasal 145 ayat 1 RGB. Namun demikian rumusan ini bukan syarat formal yang menentukan keabsahan surat gugatan. Sekiranya lalai mencantumkan, tidak mengakibatkan surat gugatan mengandung cacat 8) Petitum gugat Petitum gugat disebut juga ditum gugat. Petitum gugat merupakan kesimpulan gugatan yang berisi rincian satu persatu tentang apa yang diminta dan dikendaki penggugat untuk dinyatakan dan dihukumkan kepada para pihak, terutama kepada pihak tergugat. Dengan katai lain, petitum merupakan kesimpulan akhir gugatan yang berisi rincian tuntutan penggugat kepada pihak tergugat. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainya dan harus diperiksa menurut tatacara tertentu oleh Pengadilan, serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. Pihak – Pihak Gugatan a. penggugat dan tergugat b. pemohon dan termohon c. Kuasa khusus dan penasehat Hukum Adapun tentang bentuk gugatann dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 18 ayat 1 HIR atau pasal 142 ayat 1 RGB dan pasal 144 ayat 11 RGB, dari ketentuan pasal – pasal yang dimaksud, gugatan dapat: a. Bentuk Tertulis - ditandatangani, dan - memenuhi peraturan perundang – undangan materai ( zegel verordening ) b. Berbentuk Lisan - bagi penggugat yang buta huruf, dan - diajukan langsung kepada Ketua Pengadilan Dalam sejarah pengadilan di Indonesia, dikenal dua sistem gugatan. Yang satu disebut sistem dagvarding,dan yang satu lagi disebut sistem “permohonan”.Dalam stelsel dagvarding,gugatan diberitahu oleh seorang juru sita atas nama penggugat kepada tergugat. Sedangkan sistem penyampaian gugatan dengan cara mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang berisi “permintaan” agar pengadilan memanggil penggugat serta pihak yang digugat untuk datang menghadap ke sidang pengadilan Formulasi gugatan ialah rumusan dan sistematika gugat yang tepat menurut hukum dan praktek peradilan. Ada beberapa formulasi gugatan:  Pencantuman tanggal gugatan  Pencantuman alamat ketua pengadilan  Pencantuman lengkap dan terang nama serta alamat para pihak  Penegasan para pihak dalam perkara  Uraian posita atau dalil gugat  Perumusan hal – hal yang bersifat assessor  Pencantuman permintaan utuk dipanggil dan diperiksa  Petitum gugat B. Saran Demikianlah makalah ini kami buat, semoga makalah ini menjadi salah satu bahan untuk menambah pengetahuan kita tentang materi gugatan, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyusaunan makalah berikutnya DAFTAR PUSTAKA Bintania, Aris. 2012. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Harahap, Yahya. 2003. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. Jakarta: Sinar Grafika. Noviardi. 2010. Hukum Acara Peradilan Agama. Bukit Tinggi: STAIN Press. Prinst, Darwan. 2002. Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Rasyid, A Roihan. 2015. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

TES WAWASAN KEBANGSAAN CPNS LATIHAN SOAL

TES WAWASAN KEBANGSAAN (JUMLAH SOAL : 45 ) 1.Proses Islamisasi di Nusantara terjadi melalui berbagai bentuk, kecuali : A. Kesenian dan...