Wednesday 10 August 2016

Tradisi Buka Luwur di Menara Kudus



Tradisi Buka Luwur di Menara Kudus
Dewi Ratna Sari
1520110053
Buka luwur di Menara Kudus adalah suatu prosesi penggantian kelambu di jungkup  makam Sunan Kudus. Setiap tahun tradisi ini dilaksakan yaitu pada 1 Muharram pembukaan dan penggantian luwurnya pada 10 Muharram. Banyak perbedaan pendapat bahkan ada yang tidak mengetahui mengenai sejarah tradisi buka luwur di menara kudus hanya tokoh – tokoh tertentu yang tahu dan mengerti betul sejarah dari Buka Luwur di makam Sunan kudus. Hukum tradisi dari Buka Luwur itu sendiri juga beragam ada yang mengatakan sunah ada juga yang mengatakan sampai wajib. Buka Luwur di Menara Kudus dilaksanakan setiap 1 Muharram mempunyai alasan tertentu kebanyakan orang menganggap bahwa bulan Muharram merupakan bulan yang penuh berkah dan dikaitkan pada sejarah agama islam yang mana banyak mukjizat yang terjadi pada bulan Allah ini. Ada berbagai rangkaian upacara dalam Buka Luwur di Menara Kudus yang meliputi dimulainya pengajian tahun baru hijriah, pelepasan luwur kangjeng Sunan Kudus, munadharah masa’il diniyah, do’a rasul dan terbang papat, khatmil qur’an bil ghaib, santunan anak yatim, pembagian bubur asyuro, pembacaan al- barzanji, pengajian umum malam 1 Syuro pembagian brekat salinan, bembagian brekat shadaqah, bembagian brekat umum ( nasi jangkrik sampai puncak upacara pemasangan luwur makam kangjeng Sunan Kudus. Dalam pelaksanaan tradisi ini memiliki makna yang terkandung di dalamnya.

Buka Luwur  Sunan Kudus
Pendahuluan
Islam dan budaya adalah dua hal yang berbeda. Namun keduanya dapat saling mempengaruhi. Islam sebagai agama dengan seperangkat nilainya telah mempengaruhi pola budaya dan tradisi masyarakat pemeluknya. Akan tetapi aspek sosial budaya dari masyarakat setempat tidak serta merta terkikis. Dalam budaya popular, terkadang dikaitkan  dengan hal yang diwarnai mitos dengan seperti cerita mengenai Walisongo (sembilan wali). Tetapi dalam perkembangan berikutnya kebudayaan populer banyak sekali menyerap konsep-konsepa dan simbol-simbol Islam sehingga sering kali tampak bahwa Islam muncul sebagai sumber kebudayaan yang terpenting. Pengaruh Islam juga sangat terasa dalam upacara-upacara sosial budaya populer. Di kudus buka luwur dibedakan menjadi dua yaitu Buka Luwur di Menara Kudus dan Buka Luwur di Muria. Namun, supaya tidak terlalu luas dalam pembahasan  maka hanya akan membahas mengenai tradisi Buka Luwur. Misalnya Buka Luwur di  Kudus. Buka Luwur adalah salah satu wujud hubungan antara islam dan tradisi setempat. Di Kudus terdapat berbagai tradisi yang meliputi dhandhangan, bulusan , dan Buka Luwur. Buka Luwur di Menara Kudus di laksanakan setiap 1 Muharram hal ini di karenakan bulan yang istimewa. Namun berbeda dengan Buka Luwur di berbagai daerah, biasanya dalam Buka Luwur di Menara kudus terdapat berbagai rentetan kegiatan yaitu pengajian, khotmil alqur’an , pelepasan Buka Luwur , santunan anak yatim , sampai pembagian nasi jangkrik dll. Dalam penulisan artikel ini akan membahas mengenai mulai sejarah tradisi Buka Luwur di Menara kudus , hukum dari tradisi Buka Luwur , proses Buka Luwur di Menara kudus sampai makna dari Buka Luwur tersebut.
Pengertian  Buka Luwur
Buka Luwur diambil dari bahasa jawa yaitu buka dan luwur. Buka yang artinya membuka dan luwur adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kain kafan atau kain mori yang berfungsi sebagai penutup nisan atau makam. Sedangkan menurut istilah buka luwur adalah ritual sakral penggantian luwur pada makam Kanjeng Sunan Kudus yang dilaksanakan 1 tahun sekali pada tanggal 10 Muharram yang merupakan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi. Jadi Buka Luwur merupakan ritual yang rutin diperingati setiap bulan Muharam (Syuro) yang lebih tepatnya 10 Muharam untuk Sunan Kudus. Ritual ini adalah ritual yang dilaksanakan untuk mengganti kain penutup makam Sunan Kudus serta melaksanakan pengajian umum, pembacaan doa tahlil, dan pemasangan Luwur baru.[1] Menurut Bapak Hilal Haidar salah satu guru di MA  Qudsiyyah menjelaskan bahwa “Buka luwur adalah sebuah prosesi yang di awali dengan membuka luwur kemudian memasang luwur dengan yang baruatau intinya mengganti kain luwur”.[2] Begitu juga menurut Bapak Deni Nur Hakim beliau staff yayasan makam sunan kudus yang mengatakan bahwa “ Buka Luwur adalah sebuah tradisi mengganti kain klambu di jungkup dan bangunan makam Sunan Kudus.[3] Tidak hanya itu menurut salah satu murid yang sekolah di TBS Kudus bernama Abdul Ghofur menjelaskan “ Buka Luwur  adalah suatu tradisi dalam rangka menghorrmati ahli kubur dengan menyelenggarakan acara – acara dan wafatnya ahli kubur dengan mengganti kain luwur yang di laksanakan setiap 1 Muharram”.[4] Berbagai pengertian Buka Luwur  diatas hampir sama dengan salah satu dengan dari teman facebook Muhammad Baedlowi  yang mengatakan bahwa “  Buka Luwur itu sama dengan khaul memperingati wafatnya waliyullah Sunan Kudus tapi dinamakan Buka Luwur itu setau saya ya mbak  mengganti kain putih sebagai kerudung dalam pusara waliyullah Sunan kudus, intinya kayak gitu dan menurut orang zaman dahulu dan turun temurun meninggalnya 10 asyuro / 10 muharram makanya setiap 10 syuro di adakan Buka Luwur atau khaul mbah waliyullah Sunan Kudus, wallahua’lam bissowab mbak[5]”. Namun ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacra tradisional Buka Luwur sebenrnya bukanlah khaul atau perngatan wafatnya Sunan Kudus sebab kapan tanggal wafatnya sunan kudus tidak atau belum di ketahui.
Sejarah Tradisi Buka Luwur
Buka luwur sendiri diadakan setelah wafatnya Syaikh Ja’far Shodiq (Kanjeng Sunan Kudus) yang dilakukan masyarakat setempat untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa beliau.
Menurut Bapak Hilal Haidar mengatakan bahwa “ Makam Sunan Kudus sudah berusia 600 tahun yang lalu , para pengurus berupaya memberi suatu rumah makam yang semua orang boleh masuk, supaya tempat yang dimasuki itu lebih nyaman, indah,  diantaranya di hiasi dengan kain itu ( maksudnya kain luwur ). Ibarat kain atau baju yang tidak pernah diganti  ya harus di ganti agar lebih nyaman dan menghormati”.[6] Menurut Bapak Deni Nur Hakim “Sesungguhnya Buka Luwur itu bukan haul, sebab kematian mbah sunan tidak  diketahui oleh masyarakat banyak jadi berbeda ya , sekarang kan banyak itu setiap daerah yang menyelenggaraka haul atau memperingati kematian dari orang tua saudara dll itu berbeda dengan Buka Luwur di Menara Kudus.[7] Tambahan dari Bapak Hilal Haidar yang mengatakan “ setiap ada tradisi buka luwur panitia itu untung , untung bukan dalam arti di gaji karena panitia membantu menyukseskan kegiatan itu tanpa di gaji sepeserpun melainkan untung dalam arti pemasukan yang banyak, haal ini karena banyak masyarakat yang suka rela menyumbang seperti uang, kerbau, kain mori, bahan – bahan kebutuhan masak, dll”.[8] Selain sebagai ritual tahunan, ritual ini juga menggambarkan kepribadian dari masyarakat Kudus khususnya daerah sekitar makam kanjeng sunan (Desa Kauman). Ritual tersebut dari pihak penyelenggara yayasan tidak memprioritaskan ngajuke proposal (permohonan sumbangan dari orang lain) sebagai dana pelaksanaan ritual buka luwur ini. Melainkan masyarakat sendirilah yang memberikan bantuan baik berupa harta maupun tenaga. Sebagaimana yang telah diajarkan oleh Kanjeng Sunan Kudus kepada masyarakat untuk hidup mandiri tanpa tergantung kepada orang lain.
Kepanitiaan
Konsep penyelenggaraan Buka Luwur adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena itu segala kebutuhan untuk acara buka luwur juga di peroleh dari masyarakat yang berupa shadaqah. Di sini panitia hanya memfasilitasi masyarakat yang hendak memberikan shadaqah untuk pelaksanaaan Buka Luwur. Secara teknis guna menyukseskan penyelenggaraan acara buka luwur ini  YM3SK membuat kepanitiaan dengan berbagai seksi kerja : Design, penerimaan shadaqah, pengajian, perlengkapan luwur , matoan , dan dapur, konsumsi, berkat kartu, berkat khusus, undangan, salinan, keamanan dan brekat umum, kebersihan, PPPK, penerima tamu, lampu, pengeras suara dan air, dokumentasi, perawatan hewan, satu sama lain berperan dalam bidangnya masing – masing.[9]
Hukum tradisi Buka Luwur di Menara kudus
Menurut staff yayasan sunan kudus bapak Deni Nur Hakim , “hukum dari tradisi sunan kudus itu sunnah”[10]. Begitu juga dengan pendapat dari Bapak Hilal Haidar mengatakan bahwa “hukum buka luwur itu sunah tapi kadang bisa sampai wajib , kalau sunnah itu maksudnya kita hanya menghormati saja,, tapi kalau wajib itu ibaratnya menghormati orang tua kita yaitu sangat di haruskan” [11]. Menurut masyarakat awam Muhammad Baedlowi  “hukum buka luwur Sunnah , karena di dalam khaul ada pembacaan sholawat , tahlilan khotmil qur’an dan  semuanya itu  baik,barang baik selagi bisa di jangkau kenapa tidak dihadiri ? lagi pula yang di buat acara adalah sosok walinya gusti allah orang pintar orang alim, pribadiku mengikuti acara khaul mbah sunan dengan niat di hati mengharap berkah dari allah swt”[12]. Sedangkan menurut Abdul Ghofur hukum buka luwur itu sunnah karena memperingati para leluhur ataun ulama.[13]
Tujuan tradisi Buka Luwur di menara Kudus
Sebenarnya tujuan dari tradisi Buka Luwur adalah menghormati makam sunan kudus yang ibaratnya baju yang perlu di ganti dengan yang baru.[14] Ada yang mengatakan juga bahwa tujuan dari Buka Luwur adalah untuk mentauladani atas perjuangan dari sunan kudus Kyai Ja’far Shodiq dalam menyebarkan agama islam dan tokoh yang sangat berpengaruh dalam terbentuknya kota kudus. Akan tetapi ada orang berpendapat bahwa tujuan dari tradisi Buka Luwur mengingat yang maha kuasa , bahwa  tidak ada yang kekal di dunia , itu sudah turun temurun dari nenek moyang , dengan menghadiri acara tersebut acara tersebut dapat mendapatkan berkahnya. Tapi biasanya kebanyakan orang tujuannya agar mendapat berkah serangkain acara yang diselenggarakan.
Alasan kenapa Buka Luwur dilaksanakan  pada 1 syuro memasuki awal bulan Muharram
Upacara buka luwur dimulai pada malam bulan 1 Syuro, yakni memasuki awal tahun baru islam ( bulan Muharram ) dengan di bukanya pengajian umum Tahun Baru Hijriah. Istilah syuro ( dari Asyuro’) dalam kalender jawa berasal dari penggalan sabda Rasulullah yang berbunyi Asyuro yaumul asyir. Syuro merupakan hari kesepuluh bulan muharram. Tradisi islam mencatat bahwa di yakini banyak mukjizat yang terjadi di bulan Allah ini. Beberapahal yang masih menjadi kenyakinan di kalangan umat islam antara lain adlah legenda bahwa pada hari asyuro nabi Adam diciptakan , nabi Nuh as diselamatkan dari banjir bandang , Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah swt menerima taubatnya. Pada hari ‘asyuro, kiamat akan terjadi dan orang mandi pada bulan asyuro diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Sejumlah umat islam mengaitkan kesucian hari ‘asyuro dengan kematian cucu nabi Muhammad saw, Husein saat berperang melawan tentara suriah yang kebetulan meninggal secara tragis pada hari ke 10 Muharram.[15] Menurut Bapak Hilal Haidar bahwa  “alasan kenapa dilaksanakan pada bulan muharram dimaksud hari yang penuh berkah bebarengan dengan hari – hari bersejarah islam”.[16] Pendapat itu hampir serupa dengan apa yang dikatakan Bapak Deni Nur Hakim yaitu alasannya Karena dalam agama islam bulan muharram adalah  bulan awal tahun baru agar kehidupan kita bisa lebih baik dari tahun sebelumnya dan bulan muharram adalah bulan yang penuh berkah.[17] 
Rangkaian  Upacara Buka Luwur  Makam Sunan Kudus
Penjamasan Pusaka
Rangkaian prosesi Buka Luwur sudah dimulai dengan acara penjamasan pusaka Sunan Kudus yang berupa keris yang bernama Cinthaka atau Ciptaka. Penjamasan keris luk sembilan dengan hiasan emas yang menempel pada gandhik tersebut dilakukan pada bulan Dzulhijjah. Penjamasan pusaka ini dilakukan setelah hari raya Idul Adha pada (14 Dzulhijjah). Penjamasan dimulai sekitar pukul 07.30 dan lama pencucian pusaka sekitar 2 jam. Setiap pencucian pusaka, cuaca pasti timbreng, Cuaca timbreng adalah di mana cuaca tidak panas dan tidak hujan, matahari juga tertutup oleh awan mendung. Sebelum melakukan penjamasan, terlebih dahulu ziarah ke makam Sunan Kudus.[18]
Pengajian Tahun Baru Hijriah
Setiap memasuki tahun baru Islam (bulan Muharam/Suro) sudah menjadi tradisi bagi kaum muslim untuk melakukan doa yang disebut awal dan akhir tahun. Doa tesebut dilakukan untuk merefleksi kadar keimanan dan dosa-dosa yang pernah dilakukan selama satu tahun yang lalu dapat lebur sehingga lembaran tahun baru nantinya akan lebih baik. Pengajian umum ini dihadiri oleh masyarakat umum yang datang dari berbagai daerah di Kudus dan sekitarnya. Pengajian umum ini diselenggarakan di serambi Masjid Al-Alqsha Menara Kudus. Pengajian tersebut dimulai pukul 20.00, berlangsung kurang lebih selama dua jam.
Pelepasan Luwur
Menjelang subuh 1 syuro , para Jemaah dan peziarah biasanya sudah menyemuti kompleks makam sunan kudus. Di hari itu ,mereka tidak ingin melewatkan momentum tahunan yang penuh berkah. Upacara pelepasan luwur makam sunan kudus itu sendiri dilaksanakan pada pukul 06.00 pagi. Sebelum luwur dibuka , terlebih dahulu dibacakan tahlil,yang di pimpin seorang kyai sepuh bersama dengan beberapa kyai sepuh lain yang berada di bangunan cungkuup makam sunan kudus. Kain – kain luwur yang telah di lepas dibawa ke Tajug untuk kemudian dilipat dan ditata rapi untuk disimpan dan dipotong –potong untuk diagi pada waktu waktu upacara puncak taggal 10 syuro nanti. Maksud dari pembagian luwur adalah untuk tabarrukan / ngalap barakah atau mengambil berkah.
Munadharah Masa’il Diniyah
Kegiatan ini biasanya dilaksanakan pada pada hari Ahad antara tanggal 1-10 syuro. Acara yang barangkali sudah berjalan selama belasan tahun ini biasanya diadakan di serambi masajid Menara Kudus. Yang pada dasarnya ini adalah forum untuk belajar bersama memperdalam ilmu – ilmu agama yang dihadiri oleh umum ,para santri, dan para kyai. Materi yag dibahas dalam munadharah adalah kumpulan pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat.

Do’a Rasul dan Terbang Papat
Pembacaan do’a rasul ini dilaksanakan pada malam 9 syuro yang bertempat di rumah yayasan masjid menara dan makam sunan kudus di sebelah selatan pendopo Tajug dan terbangan papat dengan pelantun kasidah al-barzanji terbangan dan sholawatan dilaksanakan sehabis sholat isya’ di serambi depan masjid menara kudus. Acara ini dihadiri oleh masyarakat umum dan terbangan ditampilkan oleh grup dari masyarakat sekitar. Selama empat jam suara terbang papat( empat buah )terbang atay rebana yang dilengkapi dengan satu buah jidur ini mengalun menghibur dan diikuti oleh masyarakat.
Khatmil Qur’an bil Ghaib
Kegiatan uni dilaksanakan pada pukul 05.00 pasgi pada tanggal 9 syuro di dalam masjid yang dilakukan oleh para hafidh ( penghafal alqur’an ). Dalam acara ini dilaksanakan 9 kali khataman alqur’an. Sebelum khataman ini dimulai , terlebih dahulu diadakan pembukaan dan sedikit tausiah dari kyai sepuh.kita engikutinya diharapkan mendapat barakah dari khatamn yang dilakukan.
Santunan Anak Yatim
Kegiatan ini dilaksanakan pada 9 syuro pukul 09.00 kepada anak – anak yatim yang dilaksanakan di gedung YM3SK.  Sebenarnya santunan kepada anak yatim adalah acara baru dalam rangkain upacara buka luwur yang dilaksanakan beberapa tahun ini. Sesuai dengn kriterianya, panitia melakukan survey mencari anak yatim dengan batas usia untuk putra 11 tahun dan putri 10 tahun.kemudian panitia akan mengirimkan undangan untuk penerimaan sanunan kepada anak yatim yang memenuhi kriteria tersebut.
Pembagian Bubur Asyura
Bubur asyura ini dibuat pada tanggal 9 syuro untuk menyambut hari Asyuro. Biasanya dibuat oleh para puluhan ibu – ibu di sebelah utara masjid tepatnya di rumah sebelah timur sebelah timur pawestren ( tempat shalat wanita) cerita yang ada pada bubur asyuro masyarakat kudus ini berkaitan dengan symbol peringatandan selamatan atas selamatnya nabi Nuh asdari air bah yang melanda waktu itu. Diceritakan bahwa setelah sekian lama terapung apung di air , nabi nuh dan kaumnya tidak memiliki bahan apapun kecuali sisa – sisa bahan pangan. Mereka pun mengolah kembali delapan bahan makanan yang ada untuk hidup. Delapan bahan konon tersebut sesuai dengan bubur asyuro nabi NUh yang terbuat dari 8 bahan makanan.
Pembacaan al-Barzanji
Kegiatan ini dilaksanakan ba’da isya, sebelum pelaksanaan pengajian malam 10 muharram. Untuk jamaah perempuan pembacaan al- Barzanji dilaksanakan di Pawestren ( tempat sholat wanita ) sedangkan untuk laki – laki di pendapa Tajug. Jamaah pembaca al- barzanji adalah remaja dan tokoh desa kauman.
Pengajian Umum Malam 10 Syuro
Kegiatan ini dilaksanakan pada 9 syuro , saat matahari mulai terbenam yang disambut dengan kumandang adzan maghrib, ribuan masyarakat berbondong – bonding memasuki masjid al-Aqsha menara kudus untuk bersiap mengikuti pengajian 10 muharram atau yag dikenal dengan pengajian 10 syuro, salah satu ritus dalam buka luwur kangjeng sunan kudus.
Pembagian Berkat Salinan
Dilaksanakan pada 10 syuro sekitar pukul 01.30 – 03.30 WIB dikantor YM3SK. Brekat slaina adalah berkat yang di peruntukan bagi masyarakat dengan cara menukarkan nasi yang di bawa dari rumah yang kemudian di tukar asi buka luwur. Pada awalnya pembagian berkat salinan ini adalah imbalan dari panitia kepada warga sekitar menara yang telah membantu pelaksaan buka luwur dengan menyumbang nasi. Akan tetapi karena jumlah warga yang dating terus meningkat tiap tahunnya, keluarlah kebajikan unuk membagi brekat salinan kepada siapapun yang menyumbang nasi dan ditukar dengan brekat dari sunan kudus atau sego jangkrik.
Pembagian Brekat Shadaqah
Brekat kartu shadaqah adalah brekat yang diperuntukan bagi masyarakat yang telah memberikan shadaqah untuk keperluan buka luwur. Pembagian brekat kartu dilaksanakan setelah pembagian brekat salinan di Jl. Sunan Kudus paa pukul 05.00 – 08.30 WIBdalam perkembangannya brekat kartu diberkan kepada orang – orang yang menyukseskan buka luwur kanjeng sunan kudus seperti orang yang memberi sumbangan tukang masak, tukang bolang cincang , para khatimin, dan anak – anak yatim.
Pembagian Brekat Umum ( Nasi Jangkrik )
Brekat umum adalah brekat yang akan di bagiakan kepada masyarakat umum memjelang puncak buka luwur kangjeng sunan kudus. Untuk mendapatkan brekat umum ini  puluhan ribu masyarakat telah mengantri di sekitar lingkungan masjid al – Aqsha sejak malam 10 muharram. Masyarakat menyakini adanya berkahh atau barakah dalam brekat buka luwur kangjeng sunan kudus. Pembagan brekat ini diawali dengan pembacaan do’a oleh juru kunci makam kangjeng sunan kudus setelah shalat subuh. Do’a dimulainya pembagian brekat umum dilakukan di pendopo Tajug menara kudus. Pada pagi hari selepas subuh tanggal 10 syuro ini pula masyarakat sudah berjejal di gang – gang sempit sebelah Tajug. Nasi jangkrik sangat khas dengan pembungkusnya dari daun jati yang diikta dengan bamboo atau anyaman jerami.[19]
Upacara pemasangan Luwur Makam Kangjeng Sunan Kudus
Puncak upacara buka luwur ini, pada pukul 10 syuro pagi, dilaksanakan di pendopo Tajug, sekitar 100 meter dari makam sunan kudus. Upacara 00emasangan luwur dibuka dengan iftitah bil fatihah atau membaca surat al fatihah, kemudian qira’atul qur’an dilanjutkan dengan dzikir bersama dengan membaca hasbunallah wani’mal wakil ni’mal wakilmaula wani’mal nasyir sebanyak 70 kalidan di akhiri dengan pembacaando’a Asyura. Sesampai di pesarean luwur baru kemudian di pasang. Luwur yang pasang pada acara puncak ini adaah luwur yang menutupi makam kangjeng sunan kudus di bagian dalam.[20] Jumlah kain yang dibutuhkan untuk luwur ialah sebanyak 33 gulungan yang tiap satu gulungannyaa berukuran 45 meter atau 50 yard. Khusus untuk luwur makam sunan kudus dibutukan sekitar 3 gulungan. Paling tidak luwur ini menghabiskan sekiar 1.511 meter kain mori dan 85 meter kain vitrage.[21]
Makna dari tradisi Buka Luwur Menara Kudus
Masyarakat Kudus memaknai Buka Luwur sebagai peringatan wafatnya seorang wali . Hal ini berbeda dengan pandangan ulama’ Kudus yang menyatakan bahwa peringatan Buka Luwur tidak semata sebagai peringatan wafatnya seorang wali. Karena wafatnya seorang wali tidak jelas kapan tanggalnya. Biasanya peringatan mempunyai nilai yang cukup tinggi yaitu dikaitkan dengan  meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali dalam hidup bermasyarakat. Karena dalam acara buka luwur ini juga dilaksanakan pengajian umum yang mengulas perjalanan rohani wali setiap langkahnya. Sehingga diharapkan masyarakat mampu mengimplementasikan nilai-niliai yang dijalankan oleh wali dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, pesan-pesan yang terkandung dalam upacara Buka Luwur juga mengingatkan agar orang-orang membiasakan diri untuk bersedekah atau bersadhaqah. Agar dalam kehidupan bermasyarakat terjadi keselarasan dan sifat saling tolong menolong. “Makna yang terkandung untuk menghormati atau untuk mengingat akan meninggal akan kematian, menghormati para lelulur , mengingat kepada kita karena kematian itu termasuk nasihat yang diam”[22], celetuk Bapak Hilal Haidar. Begitu juga yang dikatakan oleh Bapak Deni Nur Hakim “ makna dari buka luwur ya menghormati para lelehur atau megingatkan kita akan kematian”.[23]
Manfaat dari Tradisi Buka Luwur
Menurut Bapak Hilal Haidar “ manfaat dari buka luwur itu sendiri adalahuntuk menghormati para sesepuh dan manfaatnya juga kembali pada diri kita sendiri maksudnya banyak yang dapat kita ambil dari tradisi buka luwur di menara kudus yaitu mengingatkan kita pada akan kematian”[24]. Akan tetapi menurut bapak Deni Nur Hakim yang mengatakan bahwa manfaat dari buka luwur itu arti kebersamaam kita dimana pada tradisi tersebut kita dapat mengambil pelajaran dari berbagai prosesi acara buka luwur dan dapat mengambil hikmahnya”.[25] Berbeda pula menurut Abdul Ghofur manfaat dari buka luwur adalah memperingati para sesepuh dan agar mendapat barakah.[26]
Penutup / Kesimpulan
Buka Luwur merupakan Tradisi yang ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Hingga sekarang tradisi tersebut masih dilestarikan oleh masyarakat Kudus dan sekitarnya. Hal ini kemudian yang menimbulkan simpati para masyarakat dari Kudus maupun masyarakat daerah lain untuk mendatangi prosesi tersebut.kedatangan merekapun dengan alasan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan penafsiran makna yang berbeda pula. Acara buka luwur kanjeng sunan kudus ini adalah contoh bagaiman memaknai bulan muharram dengan bercermin pada perilaku dan tradisi keislaman kangjeng sunan kudus.

Daftar Pustaka
Budiyanto, Ari. Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: YM3SK
      Syam Nur. 2005.Islam Pesisir, Yogyakarta:LKIS
     
Daftar Info Wawancara

Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
Menurut Abdul Ghofur /  Sabtu 29 November 2015 pukul 12:30 WIB.
Menurut Muhammad Baedlowi / Minggu – Senin / 30 – 31 November 2015.
Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB




[1] Nur syam. Islam Pesisir, (Yogyakarta:LKIS,2005) hal. 17
[2] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.  
[3] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[4] Menurut Abdul Ghofur /  Sabtu 29 November 2015 pukul 12:30 WIB.
[5] Menurut Muhammad Baedlowi / Minggu – Senin / 30 – 31 November 2015.
[6] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[7] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[8] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[9] Ari Budiyanto, Buka Luwur Kangjeng Sunan Kudus ( Kudus : YM3SK ), hal. 45.
[10] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[11] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[12] Menurut Muhammad Baedlowi / Minggu – Senin / 30 – 31 November 2015.
[13] Menurut Abdul Ghofur /  Sabtu 29 November 2015 pukul 12:30 WIB.
[14] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[15] Ari Budiyanto, opcit., hal 9.
[16] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[17] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[18] Ari Budiyanto, op.cit., hal 9.
[19] Ibid., hal  9 – 20.
[20] Ibid., hal 22.
[21] Ibid., hal 31
[22] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[23] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[24] Menurut Bapak Hilal Haidar / Kamis 3 Desember 2015 pukul 20: 30 WIB.
[25] Menurut Bapak Deni Nur Hakim / Sabtu 5 Desember 2015 pukul 09:00 WIB.
[26] Menurut Abdul Ghofur /  Sabtu 29 November 2015 pukul 12:30 WIB.

Makalah PENDAFTARAN TANAH



PENDAFTARAN TANAH I
Tugas Makalah Guna Memenuhi
Mata Kuliah : Hukum Agraria
Dosen Pengampu : Hasanain Haikal Hadining, S.H, MH

Disusun Oleh :
A. Azam Khoiruddin              ( 1520110051 )
Muhammad Yasir Rowi          ( 1520110052 )
Dewi Ratna Sari                      ( 1520110053 )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM / PRODI  AHWAL
SYAKHSHIYYAH
TAHUN AJARAN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya dilakukan untuk tanah-tanah yang belum didaftarkan atau belum pernah disertifikatkan, hal ini sesuai dengan ketentuan PP Nomor 10 Tahun 1961 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Maka untuk menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan dengan tanah tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di wilayah kabupaten/kota.

Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Masih banyak masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat mengatasi masalah ini dengan baik. Sebagian besar penduduk mengira masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula penyelesaiannya. Padahal sesuai kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah menyatakan “uang yang diminta dari para pendaftaran tanah mereka akan masuk ke dalam kas negara dan bukan masuk ke saku pribadi dan proses ini biasa disebut sebagai uang administrasi”.
            Sedangkan dibidang pembangunan tanah merupakan upaya manusia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan hidup. Setiap negara akan memilih dan menerapkan stategi pembangunan tertentu yang dianggap tepat untuk mewujudkan hal tersebut. Yang dimaksud sejahtera adalah situasi manakala kebutuhan dan hak dasar rakyat telah terpenuhi tidak semata – mata terkait dengan tingkat konsumsi dan akses kepada layanan public yang diberikan pemerintah, tetapi juga pada kesempatan untuk berpartisispasi dan menyampaikan aspirasi dalam rangka pembangunan untuk kepentingan umum.
Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hamper tidak ada kegiatan pembangunan yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan terutama untuk kepentingan umum selalu membutuhkan tanah sebagai wadah untuk diletakkannya pembangunan tersebut. Kini pembangunan terus meningkat dan tiada henti tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas. Kondisi seperti ini diperlukan upaya pengaturan yang bijaksana dan adil guna menghindari konflik – konflik yang terjadi di masyarakatkarena hal tersebut.
Pemerintah yang dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan telah melakukan upaya dengan mengeluarkan peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan dalam rangka kepentingan umum. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Tetapi dalam implementasi dan pelaksanaanya sering menemui kendala atau hambatan yang berujung pada kebuntuan sehingga proses pembangunan menjadi terhambat.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan tentang pengertian pendaftaran tanah, dasar hukum pendaftaran tanah, asas dan tujuan pendaftaran tanah, system pulikasi dalam pendaftran tanah, serta pokok – pokok penyelenggaraan pendaftaran tanah.

II. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud  dengan  pendaftaran tanah ?
2.      Apa yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah?
3.      Apakah asas dan tujuan dari pendaftaran tanah ?
4.      Bagaimana system publikasi dalam pendaftaran tanah ?
5.      Bagaimana pokok – pokok penyelenggaraan pendaftaran tanah ?

III. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pendaftaran tanah
2.      Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah
3.      Untuk mengetahui asas dan tujuan  pendaftaran tanah
4.      Untuk mengetahui system publikasi dalam pendaftaran tanah
5.      Untuk mengetahui pokok – pokok penyelenggaraan pendaftaran  tanah



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pengertian pendaftaran tanah Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.[1]
Pendaftaran tanah dilakukan dalam bentuk peta dan daftar. Demikian pula dapat kita ketahui bahwa salah satu rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah pemeliharaan data fisik dan data yuridis yang juga dilakukan dalam bentuk peta dan daftar yang memuat data fisik dan data yuridis dari bidang – bidang tanah dan satuan rumah susun.
1.      Data Fisik
Data fisik sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1 ayat 6 PP No. 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang – bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bangunan lain di atasnya. Dari definisi di atas dapat diketahiu bahwa yang menjadi obyek – obyeknya adalah bidang tanah dan satuan rumah susun mengenai letak batas luas serta bangunan yang ada di ataasnya.

2.      Data Yuridis
Data yuridis sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat 7 PP No. 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang hak nya dan hak pihak lain serta beban lain yang membebaninya.[2]
B. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia adalah :
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA ), Pasal 19, 23, 32, dan 38.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut.
1. Pendaftaran tanah menurut ketentuan UUPA
Pasal 19 ayat 1 menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 19 ayat 2 menentukan Pendaftaran tanah tersebut meliputi :
a)      Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah
b)      Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c)      Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pasal 23 ayat 1 UUPA menentukan bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak – hak lain harus di daftarkan menurut ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 23 ayat 2 menetukan bahwa pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal 32 ayat 1 UUPA menentukan bahwa hak guna usaha, termasuk syarat – syarat pemberiannya,  demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 32 ayat 2 menetukan bahwa pendaftaran yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 ayat 1 UUPA menetukan bahwa hak guna usaha bangunan, termasuk syarat – syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 38 ayat 2 pendaftaran tanah yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
2. Pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
            Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 merupakan peraturan peksananaan dari pasal 19 UUPA tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini diatur hal – hal sebagai berikut:
a)      Asas dan tujuan pendaftaran tanah
b)      Penyelenggara dan pelaksana pendafataran tanah
c)      Objek pendaftaran tanah
d)     Satuan wilayah dan tata usaha pendaftaran tanah
e)      Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk yang pertama kali
f)       Pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis
g)      Pembuktian hak dan pembukuannya
h)      Penerbitan sertifikat
i)        Penyajian data fisik dan data yuridis
j)        Penyimpanan daftar umum dan dokumen
k)      Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
l)        Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah laainnya
m)    Penerbitan sertifikat pengganti
n)      Biaya pendaftaran tanah
o)      Sanksi hukum
p)      Ketentuan peralihan
q)      Ketentuan penutup[3]
C.  Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah
a)      Asas – asas pendaftaran tanah
Adapun asas – asas penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :
Ø  Asas Sederhana, bahwa dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan – ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat di pahami oleh pihak – pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
Ø  Asas Aman, bahwa dalam pendaftaran tanah di maksudkan agar di selenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Ø  Asas Terjangkau, bahwa dalam pendaftaran tanah di maksudkan agar terjangkau bagi pihak pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Ø  Asas Mutakhir, bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adanya kelengkapan yang memadai dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatn perubahan – perubahaan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertahanan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
Ø  Asas Terbuka, bahwa dalam pendaftarn tanah hendaknya selalu bersifat terbuka bagi semua pihak, sehingga bagi yang yang membutuhkan informasi tentang suatu tanah akan mudah untuk  memperoleh keterangan – keterangan yang diperlukan.[4]

b)      Tujuan pendaftaran
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, untuk itu pemegang hak diberi sertifikat.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukam dalam mengadakan perbuatan hukum mengenal bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.[5]
Tujuan pendaftaran tanah  sebagaimana tercantum pada nomer 1 merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.
Di samping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang – bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yanag diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.[6]
D.  System Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah
System publikasi dalam pendaftaran tanah merupakan salah satu haal yang sangat menentukan kekuatan hukum bukti ha katas tanah yang dihasilkannya. Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah perlu diperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah yang dilayani, terutama mengenai biaya yang wajib dibayar dalam persoalan sertifikat yang memintanya. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan juga bahwa system publikasi dalam pendaftaran tanah menurut UUPA bukan system publikasi positif yang menghasilkan surat tanda bukti hak yang dijamin kebenarannya oleh negara, sehingga mempunyai kekuatan bukti mutlak. System publikasi yang digunakan adalah “system publikasi negative”, artinya walaupun mengandung unsur – unsur positif, surat tanda bukti berupa sertifikat sementara hanya dinyatakan sebagai pembuktian yang kuat, tetapi masih dapat disanggah kebenarannya dengan bukti lain ( Pasal 19 UUPA ).
Dalam pendaftaran tanah terdapat beberapa system pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Adapun system pendaftaran tanah tersebut sebagai berikut:
1)      System Torrens
System ini lebih dikenal dengan nama The Real Property Art atau Torrens Act, yang mulai berlaku di Australia Selatan tahun 1858. Sesuai dengan namanya, system ini diciptakan oleh seorang bernama Sir Robert Torrens. System ini kemudian diatur oleh banyak negara lain, dan sudah disesuaikan dengan hukum material masing – masing negara tetapi tata dasarnya masih sama alat bukti pemegang hak atas tanah
Menurut system Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu gugat. System Torrens ini diterapkan di Kanada, Amerika Serikat, Brazilia, Aljazair, Spanyol, Denmark, Norwegia, Maalaysia.
Kelebihan system Torrens menurut penciptanya Sir Robert Torrens adalah sebagai berikut:
Ø  Ketidakpastian diganti dengan kepastian
Ø  Biaya peralihan berkurang dari pround menjadi shilling, waktu dari bulan menjadi hari
Ø  Ketidakjelasan dan berbelit – belit menjadi jelas dan singkat
Ø  Persetujuan disederhanakan sedemikian rupa, sehingga setiap orang dapat mengurus sendiri kepentingannya.
Ø  Penipuan sangat dihalangi
Ø  Banyak hak milik atas tanah yang berkurang nilainya karena ketidakpastian hak atas tanah dikembalikan kepada nilai yang sebenarnya
Ø  Proses disederhanakan dengan meniadakan beberapa hal

2)      System Positif
System positif dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa apa yang tercantum dalam buku tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat bukti mutlak. Jika pihak ketiga bertindak berdasarkan bukti – bukti tersebut, maka dia mendapat perlindungan mutlak walaupun kemudian hari ternyata bahwa keterangan yang tercantum di dalamnya tidak benar. Oleh karena itu, pelaksana pendaftaran tanah berperan aktif menyelidiki dengan teliti apakah hak atas tanah dapat didaftar untuk nama seseorang atau tidak. System positif ini diterapkan di Jerman dan Swiss.
Seperti halnya systemTorrens, system positif juga mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut:
a.       Kepastian buku tanah bersifat mutlak
b.      Pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti
c.       Mekanisme kerja penerbit hak atas tanah mudah dipahami oleh orang awam
Akan tetapi system ini juga mempunyai kelemahan – kelemahan yaitu:
a. akibat pelaksanaan pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti, maka waktu yang digunakan sangat lama
b. wewenang pengadilan dimasukkan ke dalam wewenang administrasi karena penerbitan sertifikat tidak dapat diganggu gugat
3. System Negatif
Menurut system negative, sertifikat atas hak tanah yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak  yang kuat. Artinya semua keterangan yang terdapat dalam sertifikat mempunyai  kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain. Bila kemudian hari ternyata keterangan  dalam sertifikat itu tidak benar, maka berdasrkan keputusan Pengadilan Negeri yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, sertifikat  tersebut dapat diadakan perubahan seperlunya.
Menurut system negative, peralihan hak atas tanah berdasarkan asas mem plus iuris, yakni melindungi pemegang hak yang sebeenarnya dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak yang sebenarnya. Ciri pokok system negative adalah bahwa pendaftaran hak atas tanah tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar bukan pemilik sebenarnya. Ciri pokok lainnya adalah pejabat baik nama tanah berperan pasif, artinya tidak berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran surat – surat yang diserahkan kepadanya.
Kebaikan dari system negative adaalah perlindungan hukum diberikan kepada pemegang hak yang sejati ( sebenarnya ).
Sedangkan kelemahan dari system ini adalah sebagai berikut :
a. peran pasif pejabat balik nama tanh menyebabkan tumpang tindih sertifikat tanah
b. mekanisme kerja penerbitan ha katas tanah kurang dipahami oleh masyarakat awam.[7]
E. Pokok – Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
a. Penyelenggara dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
1. Penyelenggara Pendaftaran Tanah
Pasal 19 UUPA menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh pemerintah. Selanjutnya dalam PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan Jawatan Pendaftarn Tanah ( Pasal 1). Sedangkan dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997, pasal 5 menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan  Pertanahan  Nasional. Kemudian dengan terbentuknya PP No. 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, maka tugas penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan oleh Deputi Bidang Hak Tanah dan Peendaftaran Tanah.
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah secara garis besa rmeliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kedua hal tersebut sama – sama pentingnya, karena jika salah satunya kurang diperhatikan maka menimbulkan hal – hal yang tidak diharapkan di kemudian hari.
2. Pelaksanaan pendaftaran tanah
Berdasarkan ketentuan Pasal 6  PP No. 24 Tahun 1997 bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan – kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang – undangan yang bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain. Yang dimaksud dengan kegiatan – kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan dengan pejabat lain adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat rasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, Misal pengukuran dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan sebagainya.
Dalam hal pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk ( Pasal 8 ayat (1)). Penunjukan Panitia Ajudikasi untuk membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dimaksud agar tugas – tugas rutin para kepala kantor pertanahan tidak terganggu.
Susunan panitia Ajudikasi yang dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) terdiri atas ( Pasal 8 ayat (2)) :
a. seorang ketua panitia.merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional;
b. beberapa anggota yang terdiri  dari:
1) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftarn tanah;
2) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang hak – hak atas tanah;
3). Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang ditunjuk;
b. Obyek Pendaftaran Tanah
Adapun obyek pendaftaran tanah menurut ketentuan Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997 meliputi:
1. Bidang – bidang  tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Adapun yang dimaksud dengan :
·         Hak Milik adalah  hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah.
·         Hak Guna Usaha adalah  hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana  tersebut dalam dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik pengusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
·         Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
·         Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memunguthasil dari tanah yang dikuasai langsung negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan – ketentuan Undang – undang.[8]
2. Tanah Hak Pengelolaan, yaitu  hak menguasai negara yang kewengan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian – bagian dari tanah tersebut kepadda pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga
3. Tanah Wakaf, yaitu tanah hak milik yang sudah diwakafkan.
4. Hak Milik atas Tanah Satuan Rumah Susun
5. Hak Tanggungan
6. Tanah Negara
Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.[9]
c. Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah
Adapun satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah menurut ketentuan Pasal 10 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah desa atau kelurahan. Sedangkan khusus pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan, dan tanah negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten/ Kotamadya ( Pasal 10 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997  ).
d. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pelaksanaan pendaftran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah .
Pendaftaran tanah untuk pertama kali ( Pasal 13 PP No. 24 Tahun 1997  ) dilakukan melalui dua cara, yaitu:
1. secara sistematik, didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah – wilayah yang ditetapkan oleh menteri
2. secara sporadic, pendaftaran tanah dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Pendaftaran tanah secara sistematik, didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah – wilayah yang ditetapkan oleh Menteri / Kepala Pertanahan Nasional. Apabila suatu kelurahan / desa belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran secara sistematik, maka pendaftaran dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadic, yang dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali  ( Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997 ) meliputi :
a.       Pengumpulan dan pengolahan data fisik
b.      Pembuktian hak dan pembukuannya
c.       Penerbitan sertifikat
d.      Penyajian data fisik dan data yuridis
e.       Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Sedangkan kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi ;
a.       Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b.      Pendaftran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

Ø  Pengumpulan dan pengolahan data fisik
Pengumpulan dan pengolahan data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Dalam rangka pengumpulan dan pengolahan data fisik, dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatan pengukuran dan pemetaan  ( pasal 14 PP No. 24 Tahun 1997) meliputi :
a.       Pembuatan peta dasar pendaftaran
b.      Penetapan batas – batas bidang tanah
c.       Pengukuran dan pemetaan bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran
d.      Pembuatan daftar tanah
e.       Pembuatan surat ukur

Ø  Pembuktian hak dan pembukuannya
Dalam hal ini kegiatan meliputi :
a.       Pembuktian hak baru
b.      Pembuktian hak lama
c.       Pembukuan hak
Ø  Penerbitan sertifikat
Menurut PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing – masing udah dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan. Menurut PP No. 10 Tahun 1961, yang disebut sertifikat adalah salinan Buku Tanah dan Surat Ukur yang dijahit menjadi satu bersama – sama dengan suatu kertas sampul yang di tetapkan oleh menteri agrarian. Dengan demikian Sertifikat Tanah terdiri atas :
a.       Salinan Buku Tanah
b.      Salinan Surat Ukur
c.       Kertas sampul

Ø  Penyajian data fisik dan data yuridis
Penyajian data fisik dan data yuridis merupakan kegiatan tata usaha pendaftaran tanah. Penyajian data fisik dan data yuridis oleh Kantor Pertanahan terdiri dari:
a.       Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang – bidang tanah untuk keperluan pembukuan
b.      Daftar Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah dengan suatu system penomoran
c.       Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian
d.      Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya
e.       Daftar Nama, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai pengusaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perorangan atau badan hukum.

Ø  Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Dokumen – dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran, diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di temapat lain yang ditetapkan oleh Menteri/ Kepala Badan Pertanahan.
            Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama, dan dokumen – dokumen diatas harus tetap berada di Kantor Pertanahan atau di tempat lain yang di tetapkan oleh Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Untuk mencegah hilangnya dokumen tersebut, maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya, pemeriksaan wajib dilakukan di Kantor Pertanahan.[10]



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan                                               
Pengertian pendaftaran tanah Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya.
Yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia adalah :
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA ), Pasal 19, 23, 32, dan 38.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun asas – asas penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :
Ø  Asas Sederhana,
Ø  Asas Aman,
Ø  Asas Terjangkau,
Ø  Asas Mutakhir,
Ø  Asas Terbuka,




Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, untuk itu pemegang hak diberi sertifikat.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukam dalam mengadakan perbuatan hukum mengenal bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
System publikasi dalam pendaftaran tanah merupakan salah satu hal yang sangat menentukan kekuatan hukum bukti hak atas tanah yang dihasilkannya. Dalam pendaftaran tanah terdapat beberapa system pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Adapun system pendaftaran tanah tersebut sebagai berikut:
*      System Torrens
*      System Positif
*      System Negatif
Pokok – Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah meliputi :
a. Penyelenggara dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
b. Obyek Pendaftaran Tanah
c. Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah
d. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah


B. Saran
Demikian makalah ini kami buat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria dengan harapan semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita mengenai Pendaftaran Tanah. Makalah ini juga terdapat kekurangan, baik dari segi penulisan maupun penyampaian, maka kami selaku pemakalah mengharap saran dan kritik kepada dosen dan pembaca semuanya karena kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan.



 DAFTAR PUSTAKA
Arba, Muhammad. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar  Grafika.
Asyhadie,  Zaeni dan Arief Rachman. 2015. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: 
PT RajaGrafindo Persada. 
Harsono, Boedi. 2002. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
 Kansil. 1994. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.


[1] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ( Jakarta: Djambatan, 2002 ),  hal. 520.
[2] Ibid., hal. 520.
[3] Muhammad Arba, Hukum Agraria Indonesia ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008 ), hal. 150.
[4] Boedi Harsono, Op.cit., hal 557.
[5] Zaeni Asyhdie dan  Arief Rachman, Pengantar Hukum Indonesia ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015), hal. 129 – 130.
[6] Muhammad Arba, Op.cit., hal 153.
[7] Ibid., hal. 154 – 157.
[8] Kansil, Pengantar Hukum Indonesia ( Jakarta: Sinar Grafika, 1994 ), hal. 186 - 190
[9] Ibid., hal. 191- 192.
[10] Muhammad Arba, Op.cit., hal.162 -165.

TES WAWASAN KEBANGSAAN CPNS LATIHAN SOAL

TES WAWASAN KEBANGSAAN (JUMLAH SOAL : 45 ) 1.Proses Islamisasi di Nusantara terjadi melalui berbagai bentuk, kecuali : A. Kesenian dan...