Thursday 26 November 2015

MAKALAH AWAL BULAN



AWAL BULAN
Tugas Makalah Guna Memenuhi
Mata Kuliah : IAD,ISD,IBD
Dosen Pengampu : Sayful Mujab,M.S.I

Disusun Oleh :
Atiyatus Saada                        (1520110050)
Muhammad Yasir Rowi          (1520110052)
Dewi Ratna Sari                      (1520110053)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN ) KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM /PRODI  AS
TAHUN AJARAN 2015/2016

Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayahnya, yang telah memberikan kami kemudahan dalam menyelesaikan pengerjaan tugas makalah ini. Sehingga kami dapat mempresentasikan hasil makalah kami ini  pada dosen dan teman-teman yang mengikuti mata kuliah IAD,ISD,IBD.
Kami berharap semoga materi pembahasan yang telah kami paparkan dalam makalah ini sedikit banyak dapat memberikan informasi yang berguna bagi kita semua khususnya mengenai materi mata kuliah IAD,ISD,IBD yaitu salah satunya tentang awal bulan, kami sadar bahwa pembahasan materi pada makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan bagi perbaikan makalah ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian dan partisipasinya.
Kudus, 19 September 2015


Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penentuan awal bulan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia umumnya dan umat islam khususnya. Bagi umat islam penentuan awal bulan khususnya yang berhubungan dengan ibadah dapat dikatakan wajib ,karena dengan penentuan awal bulanlah dapat diketahui1 Ramadhan untuk puasa,1 Syawal untuk berhari Raya dan 1 zulhijjah untuk raya Qurban dan lain sebagainya .
            Di Indonesia sering terjadi perbedaan dalam menetapkan awal bulan sehingga sebagai masyarakat bingung dengan perbedaan tersebut.Walaupun pemerintah sudah memfalisilitasi untuk penyatuan dalam bentuk sidang isbat yang di ikuti oleh semua pihak yang terkait termasuk dari ormas-ormas Islam. Maka dari itu makalah kami akan membahas apa saja yang berkaitan tentang awal bulan mulai dari penegrtian hisab , rukyat data astronomis,dasar hukum awal bulan qamariyah,aliran – aliran hisab yang berkembang di Indonesia dan lain-lain           
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hisab ?
2.      Apa yang di maksud dengan rukyat ?
3.      Apa yang dimaksud awal bulan Qamariyah ?
4.      Apa saja istilah yang harus di ketahui berkaitan dengan data astronomis terutama berkaitan dengan data matahari dan data bulan dalam melakukan hisab awal bulan ?
5.      Apa dasar hukum dari awal bulan Qamariyah ?
6.      Apa saja aliran hisab yang berkembang di Indonesia ?
7.      Apa saja aliran dalam menetapkan awal bulan Qamariyah dengan menggunakan system hisab hakiki?



C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari hisab
2.      Untuk mengetahui pengertian dari rukyat
3.      Untuk mengetahui apa itu awal bulan Qamariyah
4.      Untuk mengetahui Apa saja istilah yang harus di ketahui berkaitan dengan data astronomis terutama berkaitan dengan data matahari dan data bulan dalam melakukan hisab awal bulan
5.      Untuk mengetahui apa saja dasar hukum dari awal bulan Qamariyah
6.      Untuk mengetahui apa saja aliran hisab yang berkembang di Indonesia
7.      Untuk mengetahui aliran yang digunakan dalam menetapkan awal bulan Qamariyah dengan menggunakan system hisab hakiki

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Rukyat
Secara etimologi (bahasa) istilah rukyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ra’a yang berarti melihat dengan mata, maksudnya adalah melihat dengan mata telanjang.
            Adapun istilah rukyah al-hilal dalam konteks penentuan awal bulan qamariyah adalah melihat hilal dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau tanggal 29 bulan qamariyah pada saat matahari terbenam.
            Rukyah al-Hilal dikenal sebagai sistem penentuan awal bulan qamariyah terutama bulan Romadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, sejak masa Rasulullah saw dan permulaan Islam.
B.     Pengertian Hisab   
Secara etimologis, kata hisab dari bahasa Arab Al-Hisab yang berarti Al-Adad wa Al-Ihsa’, bilangan atau hitungan.
            Adapun secara terminologi, istilah hisab sering dihubungkan dengan ilmu hitung (arithmatic), yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan. Dalam literatur klasik, ilmu hisab disamakan dengan Ilmu Falak, yaitu suatu ilmu yang mempelajari benda-benda langit, matahari, bulan, bintang-bintang, dan planet-planetnya.
            Istilah hisab yang dikaitkan dengan sistem penentuan awal bulan qamariyah berarti suatu sistem penentuan awal bulan qamariyah yang didasarkan dengan perhitungan benda-benda langit, matahari, dan bulan. Dengan kata lain, Hisab adalah sistem perhitungan awal bulan qamariyah yang berdasarkan pada perjalanan (peredaran) bulan mengelilingi bumi.
C.    Pengertian Awal Bulan Qamariyah
            Istilah bulan dalam bahasa Arab identik dengan al-syahr atau alsyuhrah yang berarti kemashyuran dan kesombongan,sementara itu al-syahr juga berarti al qamar itu sendiri dalam bahasa inggris disebut lunar, yaitu benda langit yang menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al qamar karena sifat nampaknya yang jelas.Dalam pengertian ini bulan qomariyah berarti hitungan bulan berdasarkan pada system peredaran bulan (al-qamar atau lunar) mengelilingi bumi.Sebagai diketahui bahwa perjalanan waktu di bumi di tandai dengan peredaran benda-benda langit terutama matahari dan bulan.
            Oleh karena itu, di antara benda langit yang di anggap paling penting menurut ahli falak adalah matahari, bumi dan bulan, peredaran 3 benda langit tersebut penting untuk menentukan awal bulan, tahun, sholat dan sebagainya. Peredaran bulan mengelilingi bumi menjadi kaedah penyusunan bulan qomariyah.

D.    Istilah – istilah berkaitan dengan Data astronomis ( Data Matahari dan Data Bulan)
1.      Data Matahari
a.       Ecliptic Longitude yang berarti bujur astronomi dalam bahasa arab disebut at- taqwim/ ath- thul, yaitu jarak matahari dari titik aries( al – hamal) di ukur sepanjang lingkaran ekliptika.
b.      Ecliptic latitude yang berarti lintang astronomi atau ‘ardh asysyamsi yaitu jarak titik pusat matahari dari lingkaran ekliptika.
c.       Apparent Right Ascension atau dalam bahasa Indonesia disebut ‘asonsio rekta yang berarti  panjatan tegak dalam bahasa Arab disebut dengan ash-shu’ud al mustaqim/ al mathali’ al baladiyyah yaitu jarak matahari dari titik aries di ukur sepaanjang lingkaran equator.
d.      Apparent Declination atau yang disebut juga dengan deklinasi dan dalam bahasa arab di kenal dengan sebutan mail-asy-syamsi yaitu jarak matahari dari equator.
e.       Semi Diameter (SDmh) atau setengah jari- Jari dan dalam bahasa arab disebut dengan nishfu qatr asy- syams yaitu jarak titik pusat matahari dengan piringan bagian luarnya
f.       Equation of Time dalam bahasa Indonesia disebut dengan perata waktu ,dalam bahasa arab disebut dengan ta’adil al-waqti yaituselisih antara waktu kulminasi dengan waktu kulminasi rata – rata.


2.      Data Bulan
a.       Apparent longitude berarti bujur astronomi atau ath –thul/ at- taqwim yaitu jarak bulan dari titik aries (al – hamal )di ukur sepanjang lingkaran ekliptika.
b.      Apparent latitude yaitu lintang astronomi atau ardh al qamari yaitu jarak antara bulan dengan lingkaran ekliptika diukur sepanjang lingkaran kutub ekliptika.
c.       Apparent Right Ascension atau dalam bahasa Indonesia disebut ‘asonsio rekta yang berarti  panjatan tegak dalam bahasa Arab disebut dengan ash-shu’ud al mustaqim/ al mathali’ al baladiyyah yaitu jarak pusat bulan dari titik aries di ukur sepaanjang lingkaran equator.
d.      Apparent Declination atau yang disebut juga dengan deklinasi dan dalam bahasa arab di kenal dengan sebutan mail-asy-syamsi yaitu jarak bulan dari equator
e.       Horizontal Parallax yang berarti beda lihat dan dalam bahasa arab disebut dengan ikhtilaf al- manzhur yaitu besaran sudut dari titik pusat bulan ketika di ufuk ke titik pusat bumi dan dari titik pusat bulan pada saat yang sama ke permukaan bumi.
f.       Semi Diameter (SDbln) sama dengan seperdua jari-jari atau dalam bahasa arab disebut dengan nishfu al qatr al qamari yaitu jarak titik pusat bulan dengan piringan bagian luarnya .
g.      Angle Bright Limbyang berarti sudut kemiringan hilal ,yaitu sudut kemiringan piringan hilal yang memancarkan sinar yang di pengaruhi oleh arah posisi hilal dari matahari dari titk pusat hilal ke zenit dan dari titik pusat hilal ke matahari.
h.      Fraction illumination adalah luas piringan bulan yang menerima sinar matahari yang tampak dari bumi


E.     Dasar Hukum Awal Bulan Qamariyah
a.       Surat Al- Baqarah ayat 189

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوْا الْبُيُوْتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. 
b.      Surat Al- Taubah ayat 36

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.



c.       Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 185:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
“Barang   siapa   diantara   kamu   yang   menyaksikan   bulan   maka
berpuasalah.”
d.      Sabda  Rasulullah  Saw  yang  diriwayatkan  oleh  Bukhari  dari  Abu
Hurairah:
فصوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته وإن غم عليكم فاقدروا له ثلاثين
Berpuasalah  kamu  karena  melihat  bulan  dan  berbukalah  kamu karena melihatnya.   Jika   bulan   tersebut   tertutup   awan   maka sempurnakanlah hitungan bulan Syaban 30 hari”

F.     Aliran Hisab yang berkembang di Indonesia

a. Hisab Urfi
Hisab Urfi adalah system perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata – rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. System hisab ini dimulai sejak khalifah Umar bin Khattab ra (17 H) sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam  .
System hisab ini tidak seperti kalender syamsiyah ( miladiyah ) bilangan hari pada tiap – tiap bualan tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari sehingga system hisab ini tidak dapat di pergunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah ( awal dan akhir Ramadhan ) .
Patut dicatat hisab Urfi tidak hanya dipakai di Indonesia .akan tetapi sudah digunakan diseluruh dunia islam dalam masa yang sangat panjang . Dengan berkembangnya Ilmu pengetahuan terbukti bahwa system hisab ini kurang akurat digunakan untuk keperluan penentuan waktu ibadah ( awal ramadhan,syawwal dan awal zulhijjah).

b.  Hisab Hakiki
Hisab Hakiki adalah system hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya . Menurut system ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak tetap , melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan . Artinya boleh jadi bergantian berturut – turut umurnya 29 hari atau 30 hari bahkan boleh jadi bergantian seperti menurut hisab Urfi. Hisab Hakiki ini menggunakan data – data astronomis dan menggunakan teori-teori ilmu matematik seperti segitiga bola ( spherical trigonometry)
Perkembangan hisab hakiki dalam penentuan awal bulan qamariyah,mengalami banyak perkembangan metode hisab. Dari otensititas hasil serta akurasi hasil hisab dapat diketahui dengan berbagai tinjauan metode diantaranya adalah tagribi,tahqiqi,danmodern.
Metode taqribi dalah sebuah metode hisab yang digunakan untuk ancar –ancar dengan hisab hakiki tahqiqi.Metode ini menentukan derajat ketinggian bulan setelah terjadi ijtima’ dengan berdasarkan perhitungan yang bersifat kurang -lebih yakni membagi selisih dua waktu antara saat ijtima’ dengan saat terbenamnya matahari. Metode tahqiqi adalh sebuah metode hisab yang menggunakan data astronomis serta memanfaatkan teori- teori ilmu segitiga bola .Metode modern atau kontemporer adalah metode hisab yang sebenarnya sama dengan metode hisab tahqiqi yakni sama dalam menentukan derajat ketinggian bulan. Dalam perhitungan hisab hakiki ,semua hasil perhitungan tidak sama .

G.    Aliran dalam menetapkan Awal Bulan Qamariyah dengan menggunakan system hisab Hakiki
a. Aliran Ijtima’ semata
Ijtima’ semata sebagai istilah yang menunjukkandefinisi dari kata “ ijtima”  sementara kata “ semata” sebagai kata penjelas dari kata ijtima’ . Bahkan istilah kata semata ini ada yang mengatakan dengan ijtima’ murni ,yang mempunyai arti yang sama dengan pengertian ijtima semata.
Aliran ini menetapakan bahwa awal bulan qamariyah itu di mulai masuk ketika terjadinya ijtima’ .kriteria awal bulanyang di tetapkan oleh aliran ijtima’ semata ini sama sekali tidak memperhatikan rukyat. Artinya tidak mempermasalahkan hilal dapat di lihat atau tidak . Dengan kata lain aliran ini semata – mata hanya berpegang pada astronomi murni.
Aliran ijtima’ semata ini terbagi lagi dalam sub-sub aliran yang lebih kecil lagi yaitu:
1. Ijtima’ Qabla al –Ghurub
Aliran ini mengaitkan saat ijtima’ dengan saat terbenam matahari .Ada kriterium bahwa jika ijtima’ terjadi sebelum terbenam matahari maka malam hari itu sudah dianggap bulan baru ( new moon),sedangkan jika ijtima’ terjadi setelah terbenam matahari malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung.
            Aliran ini samasekali tidak mempersoalkan rukyat juga tidak memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtima’ meskipun hilal masih di bawah ufuk maka malam hari itu  berarti sudah termasuk bulan baru.
2. Ijtima’ Qabla al – Fajr
Beberapa orang ahli hisab mensinyalir adanya pendapat yang menetapkan bahwa permulaan bulan qamariyah ditentukan oleh saat ijtima’  dan terbit fajar . Mereka menetapkan kriteria bahwa apabila ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar maka sejak terbit fajar itu sudah masuk awal bulan baru dan apabila ijtima’ terjadi sesudah terbit fajar maka hari sesudah terbit fajar itu termasuk hari terakhir dari bulan yang sedang berlangsung. Mereka juga berpendapat bahwa saat ijtima’ tida ada sangkut pautnya dengan terbenam matahari
3. Ijtima’ dan Terbit Matahari
Kriterium awal bulan menurut aliran ini adalah apabila ijtima’ terjadi di siang hari maka siang itu, yakni sejak terbit matahari tersebut maka malamnya sudah termasuk bulan baru .akan tetapi sebaliknya jika ijtima’ terjadi di malam hari maka awal bulan di mulai pada siang hari berikutnya.
4. Ijtima’ dan Tengah Hari
Kriterium awal bulan menurut aliran ini adalah apabila ijtima’ sebelum tengah hari (jawal) maka hari itu sudah termasuk bulan baru .Akan tetapi jika ijtima’ terjadi sesudah tengah hari itu masih termasuk bulan yang sedang berlangsung.
5. Ijtima’ dan Tengah Malam
Kriterium awal bulan menurut aliran ini adalah  apabila ijtima’ terjadi sebelum tengah malam maka sejak tengah malam itu sudah masuk wal bulan . akan tetapi apabila ijtima’ terjadi sesudah tengah malam maka malam itu masih termasuk bulan yang sedang berlangsung dan awal bulan ditetakan muali tengah malam berikutnya.
6. Ijtima’ dan Posisi Hilal di atas Ufuk
Para penganut aliran ini mengatakan bahwa awal bulan qamariyah dimulai sejak saat terbenam matahari setelah terjadi  ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah berada di atas ufuk. Dengan demikian , secara umum kriteria yang di jadikan dasar untuk menetapkan awal bulan qamariyah oleh penganut aliran ini adalah (1) awal bulan qamariyah dimulai sejak terbenam matahari setelah terjadi ijtima’  dan (2)hilal sudah berada di atas ufuk pada saat matahari terbenam.
Pada aliran ini awal bulan qamariyah dimulai sejak terbenam matahari sama persis dengan aliaran ijtima’ qabla al ghurub . Akan tetapi ada perbedaan yang cukup menonjol dalam menetapkan bulan di atas ufuk .
Aliran ini kemudian terbagi lagi menjadi tiga cabang .Masing – masing memberikan interpretasi yang berbeda terhadap kriterium posisi hilal di atas ufuk perbedaan interpretasi ini disebabkan oleh dua hal. Pertama,ufuk yang di jadikan batas untuk mengukur apakah hilal sudah berada di atas atau masih di bawahnya pada saat terbenam. Kedua, berkaitan dengan fisik maupun menampakan hilal yang harus dijadikan ukuran.
Tiga cabang yang di maksud adalah sebagi berikut
1. Ijtima’ dan Ufuk Hakiki
Awal bulan qamariyah menurut aliran ini dimulai saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal sudah berada di atas ufuk hakiki( true horizon). Adapun pengertian dari ufuk hakiki adalah lingkaran bola langit yang bidangnya melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertical dari si peninjau. Sedangkan posisi atau kedudukan hilal pada ufuk adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk hakiki .
2. Ijtima’ dan Ufuk Hissi
Awal bulan qamariyah menurut aliran ini dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat iut hilal udah berada di ufuk hissi (astronomical horizon). Adapun pengertian dari ufuk hissi adalah lingkaran pada bola yang bidangnya melalui permukaan bumi tempat si pengamat tersebut .Posisi atau kedudukan hilal pada ufuk menurut aliran ini adalah posisi atau kedudukan titik pusat bulan pada ufuk hissi.
3. Ijtima’ dan Imkanur Rukyat
Awal bulan qamariyah menurut aliran ini dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan pada saat itu hilal sudah di perhitungkan untuk dapat dirukyat sehingga di harapkan awal bulan qamariyah yang di hitung sesuai dengan penampakan hilal sebenarnya ( actual sighting) .
Pada dasarnya hilal yang sudah wujud di atas ufuk adalah mungkin dapat dilihat atau di rukyat ,hanya saja besar kecilnya itu tergantung dengan pengaruh variable- variable yang diantara nya: tinggi hilal,jarak hilal dari matahari , kondisi ufuk sebelah barat, kejelian mata pemantau ,dan ketepatan melihat.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan – pembahasan tersebut kita mengerti apa yang di maksud dengan rukyat dan hisab. Rukyat itu sendiri adalah melihat hilal dengan mata telanjang atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau tanggal 29 bulan qamariyah pada saat matahari terbenam. Sedangkan hisab adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan.Jadi dari paparan tersebut, dapat dipahami bahwa penentuan awal bulan qamariyah berdasarkan dasar-dasar hukum yang tercantum dalam al-Qur’an dan hadith khususnya awal bulan ramadhan, awal bulan syawal, awal bulan dzulhijjah. Awal bulan qamariyah itu sendiri adalah hitungan bulan berdasarkan pada system peredaran bulan (al-qamar atau lunar) mengelilingi bumi.
Ada dua aliran yang mewakili pemikiran hisab di Indonesia yaitu Hisab Urfi dan Hisab Hakiki .Hisab Urfi adalah system perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata – rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sedangkan  hisab hakiki adalah system hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Ada beberapa aliran dalam menggunakan system hisab hakiki yaitu
1.  Aliran ijtima’ semata yang mana awal bulan qamariyah itu mulai masuk ketika terjadinya ijtima’. Aliran ijtima’ ini terbagi lagi dalam sub – sub yang lebih kecil yakni
(a) Ijtima’ Qabla Al-Ghurub,(b) Ijtima’ Qabla Al – Fajar,(c) Ijtima’ dan terbit matahari, (d) Ijtima’ dan tengah hari  dan (e )Ijtima’ dan tengah malam
2. Ijtima’ dan posisi hilal di atas ufuk ,yang mengatakan bahwa awal bulan qamariyah dimulai sejak saat terbenam matahari setelah terjadi ijtima’ dan hilal pada saat itu sudah berada di atas ufuk.aliran ini kemudian terbagi lagi menjadi tiga cabang yakni (a) Ijtima’ dan ufuk hakiki, (b) Ijtima’ dan ufuk hissi,dan (e) Ijtima’ dan imkanur rukyat
Dari ulasan diatas menjadi jelas bahwa persoalan hisab rukyat  itu pada dasarnya dibedakan menjadi dua mahzhab yaitu mahzhab Hisab dan mahzhab Rukyat. Perbedaan dalam persoalan tersebut ada yang sulit untuk di pilah secara jelas karena adanya hubungan saling melengkapi,saling melekat, dan saling membutuhkan antara keduanya.

B. Saran
Demikian makalah ini kami buat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah IAD,ISD,IBDdengan harapan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Tentunya makalah ini terdapat banyak kesalahan, maka dari itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca dan khususnya dosen mata kuliah IAD,ISD,IBD ini. Makalah ini juga terdapat kekurangan, baik dari segi penulisan maupun penyampaian, maka kami selaku pemakalah mengharap saran dan kritik kepada dosen dan pembaca semuanya karena kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan.


DAFTAR PUSTAKA
Azhari,Susiknan. 2004. Ilmu Falaq Teori dan Praktis. Yogyakarta:  Suara Muhammadiyah.
Izzudin,Ahmad. 2012. Ilmu Falaq Praktis. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra
Jamil. 2009. Ilmu Falaq( Teori dan Aplikasi ). Jakarta: Amzah.
Kurniawan,Taufiqurrahman. 2010. Ilmu Falaq dan Tinjauan Matlak Global. Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta.
Khazim, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falaq dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka
Murtadho, Moh. 2008. Ilmu Falak Praktis . Malang: UIN Malang.

LAPORAN KIMIA Sifat Koligatif Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit


Description: logo jateng.jpeg
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA N 1 JEKULO
Jl. RAYA Kudus-Pati Km 10 Kudus, Telp. (0291) 433930 Fax. (0291) 4246065
Website : www.sman1jekulo.sch.id , Email : sman1jekulokudus@yahoo.co.id
Description: http://xljagoanmuda.com/media/filter/m/transfer/img/2209/n60557016422_6199.png
Form 1.9
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA
EKSPERIMEN NO. 1


I.                   JENIS KEGIATAN
Ø  Sifat Koligatif Larutan Elektrolit Dan Non Elektrolit
II.                TUJUAN
Ø  1. Untuk menentukan kenaikan titik didih pada larutan
Ø  2. Untuk menentukan penurunan titik beku pada larutan
III.             LANDASAN TEORI
Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit
1.      Penurunan Tekanan Uap
Penguapan adalah peristiwa yang terjadi ketika partikel-partikel zat cair meninggalkan kelompoknya.
Semakin lemah gaya tarik-menarik antarmolekul zat cair, semakin mudah zat cair tersebut mudah menguap. Semakin mudah zat cair menguap, semakin besar pula tekanan uap jenuhnya.
Dalam suatu laerutan, partikel-partikel zat terlarut menghalangi gerak molekul pelarut untuk berubah sari bentuk cair menjadi bentuk uap sehingga tekanan uap jenuh larutan menjadi lebih rendah dari tekanan uap jenuh larutan murni.

Hukum Raoult :
Description: rumus tekanan uap larutan
   Keterangan :
P : perbedaan tekanan uap larutan murni dengan tekanan uap zat pelarut
Description: tekanan uap zat perlarut murni: tekanan uap zat pelarut murni
Description: tekanan uap zat terlarut murni : tekanan uap zat terlarut murni
Xt : fraksi mol zat terlarut
Xp : fraksi mol zat pelarut
Pp : tekanan uap zat pelarut
Pt : tekanan uap zat terlarut
Tekanan uap total :
Description: rumus tekanan uap larutan total
2.      Kenaikan Titik Didih dan Penurunan Titik BekuDescription: gambar kenaikan titik didih & penurunan titik beku
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa :
Adanya zat terlarut pada suatu larutan menyebabkan penurunan tekanan uap yang mengakibatkan terjadinya penurunan garis kesetimbangan antarfase sehingga terjadi kenaikan titik didih dan penurunan titik beku.
a. Kenaikan Titik Didih (∆Tb)
Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih dimana tekana uap zat cair sama dengan tekanan uap udara disekitarnya yaitu 1 atm. Dan harus diingat titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya. Hal ini disebabkan adanya partikel-partikel zat terlarut dalam suatu larutan yang menghalangi peristiwa penguapan partikel-partikel pelarut. Perbedaan titik didih alrutan dengan titik didih pelarut murni disebut kenaikan titik didih yang dinyatakan sebagai ∆Tb ( b berasal dari kata boil yang artinya mendidih, bukan beku).
Titik didih suatu larutan lebih tinggi atau rendah daripada titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan zat terlarut itu menguap dibandingkan dengan pelarutnya. Jika zat terlarut tersebut tidak mudah menguap, misalnya larutan gula, larutan tersebut mendidih pada suhu yang lebih tinggi daripada titik didih pelarut air. Sebaliknya, jika zat terlarut itu mudah menguap misalnya etanol, larutan akan mendidih pada suhu di bawah titik didih air.
Hukum sifat koligatif dapt diterapkan dalam meramalkan titik didih larutan yang zat terlarutnya bukan elektrolit dan tidak mudah menguap.
Description: rumus kenaikan titik didih
Dengan :
Kb : tetapan kenaikan titik molal dari pelarut (oC/m)
∆Tb : kenaikan titik didih
Tb : titik didih larutan
Description: titk didh pelarut murni : titik didih pelarut murni
Tetapan Kenaikan Titik Didih (Kb) Beberapa Pelarut
Description: tabel kenaikan titik didih


b. Penurunan Titik Beku (∆Tf)
Adanya zat terlarut dalam larutan akan mengakibatkan titik beku larutan lebih kecil daripada titik beku pelarutnya. Penurunan titik beku, ∆Tf (f berasal dari kata freeze) yang berbanding lurus dengan molaritas.
Description: rumus penurunan titik beku
∆Tf = Penurunan titik beku
Kf = tetapan penuruan titik beku molal pelarut (oC/m)
Tof = titik beku pelarut murni
Tf = titik beku larutan
Tetapan Penurunan Titik Beku (Kf) Beberapa Pelarut
Description: tabel penurunan titik beku

Sifat Koligatif Larutan Elektrolit
Menurut Arhenius, suatu zat elektrolit yang dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion-ion penyusunnya sehingga jumlah partikel zat pada larutan elektrolit akan lebih banyak dibandingkan dengan larutan nonelektrolit  yang konsentrasinya sama. Hal ini menyebabkan sifat koligatif pada larutan elektrolit lebih besar daripada larutan nonelektrolit.
Hubungan sifat koligatif larutan elektrolit dan konsentrasi larutan dirumuskan oleh Van’t Hoff, yaitu dengan mengalikan rumus yang ada dengan bilangan faktor Van’t Hoff yang merupakan faktor penambahan jumlah partikel dalam larutan elektrolit.
 Description: rumus sifat koligatif elektrolit
Keterangan :
i : factor yang menunjukkan bagaimana larutan elektrolit dibandingkan dengan larutan nonelektrolit dengan molalitas yang sama. Faktor i inilah yang lebih lanjut disebut faktor Van’t Hoff.
n : jumlah ion dari elektrolit
α : derajat ionisasi elektrolit
Contoh elektrolit biner:
NaCl(s) ®Na+(aq) + Cl(aq)                                                         (n = 2)
KOH(s) ®K+(aq) + OH(aq)                                                        (n = 2)
Contoh elektrolit terner:
H2SO4(l) + 2 H2O(l) ®2 H3O+(aq) + SO42–(aq)                             (n = 3)
Mg(OH)2(s) ®Mg2+(aq) + 2 OH(aq)                                          (n = 3)
Contoh elektrolit kuarterner:
K3PO4(s) ®3 K+(aq) + PO43–(aq)                                                  (n = 4)
AlBr3(s) ®Al3+(aq) + 3 Br(aq)                                                     (n = 4)
Untuk larutan elektrolit berlaku Hukum Van’t Hoff
1.      Penurunan Tekanan Uap Jenuh
Rumus penurunan tekanan uap jenuh dengan memakai faktor Van’t Hoff hanya berlaku untuk fraksi mol zat terlarutnya saja (zat elektrolit yang mengalami ionisasi), sedangkan pelarut air tidak terionisasi. Oleh karena itu, rumus penurunan tekanan uap jenuh untuk zat elektrolit adalah:
Description: rumus tekanan uap jenuh elektrolit
2.      Kenaikan Titik Didih dan Penuruan Titik Beku
Seperti halnya penurunan tekanan uap jenuh, rumus untuk kenaikan titik didih dan penurunan titik beku untuk larutan elektrolit juga dikalikan dengan faktor Van’t Hoff.
Description: rumus kenaikan titik didih dan penurunan titik beku elektrolit







IV.                ALAT DAN BAHAN

a.      Menentukan titik beku dan penurunan titik beku larutan
  Alat :
         Beaker gelas                       : 1 buah
         Tabungreaksi                      : 5 buah
         Gelas ukur                            : 1 buah
         Thermometer                     : 1 buah
         Batang pengaduk                : 1 buah
         wadah                                              : 1 buah
         serbet                                  : 1 buah
  Bahan:
       Esbatu dan garam dapur
        Aquades
        Larutan Glukosa 1 m
        Larutan Glukosa 2 m
        Larutan NaCl 1 m
         Larutan NaCl 2 m




b.      Menentukan kenaikan titik didih larutan
 Alat:
       Tabung reaksi                      : 5 buah
         Thermometer                     : 1 buah
         Batangpengaduk                : 1 buah
         Pembakar Bunsen                 : 1 buah
   Kaki tigadankasa                  : 1 set
  Bahan:
 Aquades
        Larutan Urea 1 m
         Larutan Urea 2 m
         LarutanNaCl 1 m
         LarutanNaCl 2 m

V.                  LANGKAH KERJA

A.     Langkah kerja menentukan titik beku
1.      Menyiapkan wadah
2.      Memasukan es batu yang sudah di potong-potong ke dalam wadah
3.      Memasukan garam dapur kedalam wadah , lalumengaduk
4.      Mengambil larutan yang akan di uji , masing-masing 5 ml,lalu masukan ke tabung reaksi,serta
5.      memberi label pada masing- masing tabung reaksi
6.      Memasukan tabung reaksi yang sudah berisi larutan yang akan di uji kedalam wadah
7.      Mengaduk larutan yang di tabung reaksi, yang sudah di masukan ke dalam wadah, aduk
 dengan pengaduk secara perlahan
8.      Setelah larutan agak mengental atau membeku mengukur suhu pada larutan dengan thermometer
9.      Mengulangi langkah 6 dan 7 pada semua larutan yang di uji sampai mendapat data .

B.     Cara kerja menentukan titik didih
1.      Menyiapkan larutan yang akan di uji dan memberi label pada masing-masing tabung reaksi,kemudian memasukan larutan ke dalam tabung reaksir sebanyak 20 ml
2.      Menyalakan pembakar
3.      Memanaskan larutan yang akan di uji sampai mendidih
4.      Mengukur titik didih larutan dengan thermometer
5.      Mengulangi langkah 3 dan 4 pada semua larutan yang di uji sampai mendapat data .

VI.               TABEL PENGAMATAN
No
Larutan
         TfoC
Tb      oC
1
Aquades
-4
101
2
Glukosa 1M
0
97
3
Glukosa 2M
0
97
4
NaCl     1M
-8
97
5
NaCl     2M
-9
96




VII.             ANALISIS DATA
PENURUNAN TITIK DIDIH BEKU
Larutan aquades
∆Tf      = Tf0 – Tf
            = 0 – (-4)
            = 4
Larutan glukosa 1M
∆Tf      =Tf0 – Tf
            = 0 – 0
            =0


Larutan glukosa 2M
∆Tf      =Tf0 –Tf
            =0 – 0
            =0
Larutan NaCl 1M
∆Tf      =Tf0 –Tf
            = 0 –(-80)
            =8
Larutan NaCl 2M
∆Tf      =Tf0 –Tf
            =0- (-9)
            = 9
           
KENAIKAN TITIK DIDIH

Larutan aquades
∆Tb     = Tb – Tb0
= 101- 100
            = 1      
Larutan glukosa 1M
∆Tb     = Tb – Tb0
            =97-100
            =-3


Larutan glukosa 2M
∆Tb     = Tb – Tb0
=97-100
            =-3
Larutan NaCl 1M
∆Tb     = Tb – Tb0
=97-100
            =-3
Larutan NaCl 2M

∆Tb     = Tb – Tb0
            = 96- 100
            = -4          
No
Larutan
Tf            0 C
Tb     0C
∆Tf   0 C
∆Tb    0 C
1
Aquades
-4
101
4
1
2
Glukosa  1M
0
97
0
-3
3
Glukosa 2M
0
97
0
-3
4
NaCl 1M
-8
97
8
-3
5
NaCl 2M
-9
96
9
-4

VIII.          PEMBAHASAN
Penambahan garam disini merupakan salah satu penerapan dari sifat koligatif larutan. Garam berfungsi sebagai zat yang menurunkan titik beku es batu sehingga es batu tidak cepat mencair, karena apabila tidak ada penambahan garam pada es batu, suhu didalam es batu akan lebih tinggi dari 0ºC pada saat es berubah menjadi liquid.
Perbedaan pengukuran titik beku menurut teori dan berdasarkan pengamatan sendiri kemungkinan disebabkan oleh proses pembekuan masing-masing larutan tidak sama, sehingga dalam pengukuran titik beku ini tidak diperoleh data yang akurat. Selain itu,  kekurang telitian dalam menimbang bahan, membersihkan alat kerja. Lalu, kemungkinan thermometer yang digunakan belum dalam keadaan yang stabil, dan ketika mengukur suhu larutan besar kemungkinan terjadi penambahan suhu dari dimana ketika tabung reaksi dikeluarkan dari es lalu terkena suhu luar atau suhu tangan kita sendiri serta terjadi kekurang telitian dalam pembacaan skala thermometer.
Kemungkinan lainnya adalah es batu yang digunakan kemungkinan telah mencair, sehingga memperlambat proses pembekuan larutan.
Dari table diatas diketahui bahwa titik beku larutan dan titik didih larutan berbeda-beda. Seperti titik beku yaitu Aquades = -4 0C, glukosa 1M = 0 0C ,glukosa 2M = 0 0C ,NaCl 1M = -8  0C,NaCl 2M = -90C      titik beku berbeda beda karena konsentrasi larutan yang berbeda serta nilai ΔTb yg berbeda.

Dan titik didih yaitu Aquades = 101 0C, glukosa 1M = 97 0C ,glukosa 2M = 97 0C ,NaCl 1M
= 97 0C,NaCl 2M = 970C     





IX.    KESIMPULAN

Semakin banyak waktu yang diberikan maka semakin rendah titik beku yang dihasilkan. Dari penelitian yang kami telah lakukan, kami dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih tidak tergantung pada komposisi kimia dari zat tersebut tetapi tergantung pada jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan, kemolalan larutan, massa zat terlarut dan massa pelarutnya.
           Penurunan titik beku ini sebanding dengan konsentrasizat terlarut .bila konsentrasi zat terlalu besar, maka penurunan titik beku juga semakin besar.
            Kenaikan tiik beku inisebansing dengan konsentrasi zat terlarut .Bila konentrasi tinngi maka kenaikan titik didih juga semakin tinggi
Kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan elektrolit lebih besar dari larutan nonelektrolit disebabkan adanya factor Van’t Hoff.
Perbedaan hasil pengukuran menurut teori dengan pengamatan langsung disebabkan oleh ketidaktelitian dalam mengamati skala thermometer serta pengaruh suhu luar.

X.      SARAN
Untuk penelitian kedepanya, harus lebih diperhatikan hal-hal seperti, membersihkan dulu alat-alat untuk melakukan praktikum, agar saat pengambilan data untuk laporan lebih akurat dan tepat.Meneliti dalam mengambil data, menimbang bahan serta membaca thermoneter sangat penting.



DAFTAR PUSTAKA















TES WAWASAN KEBANGSAAN CPNS LATIHAN SOAL

TES WAWASAN KEBANGSAAN (JUMLAH SOAL : 45 ) 1.Proses Islamisasi di Nusantara terjadi melalui berbagai bentuk, kecuali : A. Kesenian dan...