PENDAFTARAN
TANAH I
Tugas Makalah Guna
Memenuhi
Mata
Kuliah : Hukum Agraria
Dosen
Pengampu : Hasanain Haikal Hadining, S.H, MH
Disusun
Oleh :
A.
Azam Khoiruddin ( 1520110051 )
Muhammad
Yasir Rowi ( 1520110052 )
Dewi
Ratna Sari ( 1520110053
)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) KUDUS
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM / PRODI AHWAL
SYAKHSHIYYAH
TAHUN
AJARAN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Pendaftaran
tanah untuk pertama kalinya dilakukan untuk tanah-tanah yang belum didaftarkan
atau belum pernah disertifikatkan, hal ini sesuai dengan ketentuan PP Nomor 10
Tahun 1961 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Maka untuk
menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi
pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan dengan tanah
tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)
serta dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di wilayah
kabupaten/kota.
Di
Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Masih banyak
masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat mengatasi masalah ini dengan baik.
Sebagian besar penduduk mengira masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan
uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka
mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula penyelesaiannya. Padahal sesuai
kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah menyatakan “uang
yang diminta dari para pendaftaran tanah mereka akan masuk ke dalam kas negara
dan bukan masuk ke saku pribadi dan proses ini biasa disebut sebagai uang
administrasi”.
Sedangkan
dibidang pembangunan tanah merupakan upaya manusia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan kesejahteraan hidup. Setiap negara akan memilih dan menerapkan stategi
pembangunan tertentu yang dianggap tepat untuk mewujudkan hal tersebut. Yang
dimaksud sejahtera adalah situasi manakala kebutuhan dan hak dasar rakyat telah
terpenuhi tidak semata – mata terkait dengan tingkat konsumsi dan akses kepada
layanan public yang diberikan pemerintah, tetapi juga pada kesempatan untuk
berpartisispasi dan menyampaikan aspirasi dalam rangka pembangunan untuk
kepentingan umum.
Tanah
merupakan modal dasar pembangunan, hamper tidak ada kegiatan pembangunan yang
tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat
penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kegiatan
pembangunan terutama untuk kepentingan umum selalu membutuhkan tanah sebagai
wadah untuk diletakkannya pembangunan tersebut. Kini pembangunan terus
meningkat dan tiada henti tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas.
Kondisi seperti ini diperlukan upaya pengaturan yang bijaksana dan adil guna
menghindari konflik – konflik yang terjadi di masyarakatkarena hal tersebut.
Pemerintah
yang dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan telah melakukan upaya dengan
mengeluarkan peraturan tentang pengadaan tanah untuk pembangunan dalam rangka
kepentingan umum. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari konflik yang terjadi
sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Tetapi dalam implementasi
dan pelaksanaanya sering menemui kendala atau hambatan yang berujung pada
kebuntuan sehingga proses pembangunan menjadi terhambat.
Dalam makalah ini, penulis akan
menjelaskan tentang pengertian pendaftaran tanah, dasar hukum pendaftaran tanah, asas
dan tujuan pendaftaran tanah, system pulikasi dalam pendaftran tanah, serta
pokok – pokok penyelenggaraan pendaftaran tanah.
II.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan pendaftaran tanah ?
2.
Apa
yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah?
3.
Apakah asas dan tujuan dari pendaftaran
tanah ?
4.
Bagaimana system publikasi dalam
pendaftaran tanah ?
5.
Bagaimana pokok – pokok penyelenggaraan pendaftaran
tanah ?
III.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari pendaftaran
tanah
2.
Untuk
mengetahui apa saja yang menjadi dasar hukum pendaftaran tanah
3.
Untuk mengetahui asas dan tujuan pendaftaran tanah
4.
Untuk mengetahui system publikasi dalam
pendaftaran tanah
5.
Untuk mengetahui pokok – pokok
penyelenggaraan pendaftaran tanah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pengertian
pendaftaran tanah Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang
membebaninya.[1]
Pendaftaran
tanah dilakukan dalam bentuk peta dan daftar. Demikian pula dapat kita ketahui
bahwa salah satu rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah pemeliharaan data
fisik dan data yuridis yang juga dilakukan dalam bentuk peta dan daftar yang
memuat data fisik dan data yuridis dari bidang – bidang tanah dan satuan rumah
susun.
1. Data
Fisik
Data
fisik sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1 ayat 6 PP No. 24 Tahun
1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang – bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bangunan lain di atasnya. Dari definisi di atas dapat diketahiu bahwa yang
menjadi obyek – obyeknya adalah bidang tanah dan satuan rumah susun mengenai
letak batas luas serta bangunan yang ada di ataasnya.
2. Data
Yuridis
Data
yuridis sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 ayat 7 PP No. 24
Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, pemegang hak nya dan hak pihak lain serta beban lain
yang membebaninya.[2]
B. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Yang
menjadi dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia adalah :
1.
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA ), Pasal 19, 23, 32, dan 38.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang
diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut.
1. Pendaftaran tanah menurut ketentuan UUPA
Pasal 19 ayat 1 menentukan bahwa untuk
menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan – ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Pasal 19 ayat 2 menentukan Pendaftaran tanah tersebut
meliputi :
a) Pengukuran,
pemetaan, dan pembukuan tanah
b) Pendaftaran
hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c) Pemberian
surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pasal
23 ayat 1 UUPA menentukan bahwa hak milik, demikian pula setiap peralihan,
hapusnya dan pembebanannya dengan hak – hak lain harus di daftarkan menurut
ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 23 ayat 2 menetukan bahwa
pendaftaran tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak
milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Pasal
32 ayat 1 UUPA menentukan bahwa hak guna usaha, termasuk syarat – syarat
pemberiannya, demikian juga setiap
peralihan dan hapusnya hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan –
ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19. Pasal 32 ayat 2 menetukan bahwa
pendaftaran yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat
mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hal hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal
38 ayat 1 UUPA menetukan bahwa hak guna usaha bangunan, termasuk syarat –
syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut,
harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
Pasal 38 ayat 2 pendaftaran tanah yang dimaksud dalam ayat 1 merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan
hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
2. Pendaftaran tanah menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 merupakan peraturan peksananaan dari pasal 19 UUPA tentang Pendaftaran
Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendafataran Tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini diatur
hal – hal sebagai berikut:
a) Asas
dan tujuan pendaftaran tanah
b) Penyelenggara
dan pelaksana pendafataran tanah
c) Objek
pendaftaran tanah
d) Satuan
wilayah dan tata usaha pendaftaran tanah
e) Pelaksanaan
pendaftaran tanah untuk yang pertama kali
f) Pengumpulan
dan pengolahan data fisik dan data yuridis
g) Pembuktian
hak dan pembukuannya
h) Penerbitan
sertifikat
i)
Penyajian data fisik dan data yuridis
j)
Penyimpanan daftar umum dan dokumen
k) Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak
l)
Pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah laainnya
m) Penerbitan
sertifikat pengganti
n) Biaya
pendaftaran tanah
o) Sanksi
hukum
p) Ketentuan
peralihan
q) Ketentuan
penutup[3]
C. Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah
a) Asas
– asas pendaftaran tanah
Adapun
asas – asas penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2
PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :
Ø Asas
Sederhana, bahwa dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan – ketentuan
pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat di pahami oleh pihak – pihak
yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
Ø Asas
Aman, bahwa dalam pendaftaran tanah di maksudkan agar di selenggarakan secara
teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan kepastian hukum sesuai
dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Ø Asas
Terjangkau, bahwa dalam pendaftaran tanah di maksudkan agar terjangkau bagi
pihak pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan
pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Ø Asas
Mutakhir, bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adanya kelengkapan yang
memadai dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan
keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan
pencatatn perubahan – perubahaan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini
menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan,
sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertahanan selalu sesuai dengan keadaan
nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang
benar setiap saat.
Ø Asas
Terbuka, bahwa dalam pendaftarn tanah hendaknya selalu bersifat terbuka bagi
semua pihak, sehingga bagi yang yang membutuhkan informasi tentang suatu tanah
akan mudah untuk memperoleh keterangan –
keterangan yang diperlukan.[4]
b) Tujuan
pendaftaran
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan, untuk itu pemegang hak diberi sertifikat.
2.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukam dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenal bidang – bidang tanah dan satuan – satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
3.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.[5]
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada nomer 1 merupakan
tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.
Di
samping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan
terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang – bidang tanah sehingga pihak
yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data
yanag diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang – bidang tanah
dan satuan – satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya
pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib
administrasi di bidang pertanahan.[6]
D. System Publikasi Dalam Pendaftaran Tanah
System
publikasi dalam pendaftaran tanah merupakan salah satu haal yang sangat
menentukan kekuatan hukum bukti ha katas tanah yang dihasilkannya. Dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah perlu diperhatikan kebutuhan dan kemampuan
golongan ekonomi lemah yang dilayani, terutama mengenai biaya yang wajib
dibayar dalam persoalan sertifikat yang memintanya. Dalam hubungan ini perlu
diperhatikan juga bahwa system publikasi dalam pendaftaran tanah menurut UUPA bukan
system publikasi positif yang menghasilkan surat tanda bukti hak yang dijamin
kebenarannya oleh negara, sehingga mempunyai kekuatan bukti mutlak. System
publikasi yang digunakan adalah “system publikasi negative”, artinya walaupun
mengandung unsur – unsur positif, surat tanda bukti berupa sertifikat sementara
hanya dinyatakan sebagai pembuktian yang kuat, tetapi masih dapat disanggah
kebenarannya dengan bukti lain ( Pasal 19 UUPA ).
Dalam
pendaftaran tanah terdapat beberapa system pendaftaran tanah yang dianut oleh
banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Adapun system
pendaftaran tanah tersebut sebagai berikut:
1) System
Torrens
System
ini lebih dikenal dengan nama The Real
Property Art atau Torrens Act,
yang mulai berlaku di Australia Selatan tahun 1858. Sesuai dengan namanya,
system ini diciptakan oleh seorang bernama Sir Robert Torrens. System ini
kemudian diatur oleh banyak negara lain, dan sudah disesuaikan dengan hukum
material masing – masing negara tetapi tata dasarnya masih sama alat bukti
pemegang hak atas tanah
Menurut
system Torrens, sertifikat tanah merupakan alat bukti pemegang hak atas tanah
yang paling lengkap dan tidak dapat diganggu gugat. System Torrens ini
diterapkan di Kanada, Amerika Serikat, Brazilia, Aljazair, Spanyol, Denmark, Norwegia,
Maalaysia.
Kelebihan
system Torrens menurut penciptanya Sir Robert Torrens adalah sebagai berikut:
Ø Ketidakpastian
diganti dengan kepastian
Ø Biaya
peralihan berkurang dari pround menjadi shilling, waktu dari bulan menjadi hari
Ø Ketidakjelasan
dan berbelit – belit menjadi jelas dan singkat
Ø Persetujuan
disederhanakan sedemikian rupa, sehingga setiap orang dapat mengurus sendiri
kepentingannya.
Ø Penipuan
sangat dihalangi
Ø Banyak
hak milik atas tanah yang berkurang nilainya karena ketidakpastian hak atas
tanah dikembalikan kepada nilai yang sebenarnya
Ø Proses
disederhanakan dengan meniadakan beberapa hal
2) System
Positif
System
positif dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa apa yang tercantum dalam buku
tanah dan surat bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat bukti mutlak. Jika
pihak ketiga bertindak berdasarkan bukti – bukti tersebut, maka dia mendapat
perlindungan mutlak walaupun kemudian hari ternyata bahwa keterangan yang
tercantum di dalamnya tidak benar. Oleh karena itu, pelaksana pendaftaran tanah
berperan aktif menyelidiki dengan teliti apakah hak atas tanah dapat didaftar
untuk nama seseorang atau tidak. System positif ini diterapkan di Jerman dan
Swiss.
Seperti
halnya systemTorrens, system positif juga mempunyai beberapa kelebihan sebagai
berikut:
a. Kepastian
buku tanah bersifat mutlak
b. Pelaksanaan
pendaftaran tanah bertindak aktif dan teliti
c. Mekanisme
kerja penerbit hak atas tanah mudah dipahami oleh orang awam
Akan
tetapi system ini juga mempunyai kelemahan – kelemahan yaitu:
a. akibat pelaksanaan pendaftaran tanah
bertindak aktif dan teliti, maka waktu yang digunakan sangat lama
b. wewenang pengadilan dimasukkan
ke dalam wewenang administrasi karena penerbitan sertifikat tidak dapat
diganggu gugat
3.
System Negatif
Menurut
system negative, sertifikat atas hak tanah yang dikeluarkan merupakan tanda
bukti hak yang kuat. Artinya semua
keterangan yang terdapat dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim
sebagai keterangan yang benar, selama tidak dibuktikan sebaliknya dengan alat
bukti lain. Bila kemudian hari ternyata keterangan dalam sertifikat itu tidak benar, maka
berdasrkan keputusan Pengadilan Negeri yang sudah memperoleh kekuatan hukum
tetap, sertifikat tersebut dapat
diadakan perubahan seperlunya.
Menurut
system negative, peralihan hak atas tanah berdasarkan asas mem plus iuris, yakni melindungi pemegang hak yang sebeenarnya dari
tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak
yang sebenarnya. Ciri pokok system negative adalah bahwa pendaftaran hak atas
tanah tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar bukan pemilik sebenarnya. Ciri
pokok lainnya adalah pejabat baik nama tanah berperan pasif, artinya tidak
berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran surat – surat yang diserahkan
kepadanya.
Kebaikan
dari system negative adaalah perlindungan hukum diberikan kepada pemegang hak
yang sejati ( sebenarnya ).
Sedangkan
kelemahan dari system ini adalah sebagai berikut :
a. peran pasif pejabat balik nama
tanh menyebabkan tumpang tindih sertifikat tanah
b. mekanisme kerja penerbitan ha katas tanah kurang
dipahami oleh masyarakat awam.[7]
E. Pokok – Pokok Penyelenggaraan
Pendaftaran Tanah
a. Penyelenggara dan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah
1.
Penyelenggara Pendaftaran Tanah
Pasal 19 UUPA menentukan bahwa pendaftaran
tanah diselenggarakan oleh pemerintah. Selanjutnya dalam PP No. 10 Tahun 1961
tentang Pendaftaran Tanah, penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan
Jawatan Pendaftarn Tanah ( Pasal 1). Sedangkan dengan berlakunya PP No. 24
Tahun 1997, pasal 5 menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh
Badan Pertanahan Nasional. Kemudian dengan terbentuknya PP No.
10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, maka tugas penyelenggaraan
pendaftaran tanah dilakukan oleh Deputi Bidang Hak Tanah dan Peendaftaran Tanah.
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah secara
garis besa rmeliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kedua hal tersebut sama – sama pentingnya,
karena jika salah satunya kurang diperhatikan maka menimbulkan hal – hal yang
tidak diharapkan di kemudian hari.
2.
Pelaksanaan pendaftaran tanah
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 PP No. 24 Tahun 1997 bahwa pelaksanaan
pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan – kegiatan
tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang – undangan yang
bersangkutan ditugaskan kepada pejabat lain. Yang dimaksud dengan kegiatan –
kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan dengan pejabat lain adalah
kegiatan yang pemanfaatannya bersifat rasional atau melebihi wilayah kerja Kepala
Kantor Pertanahan, Misal pengukuran dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan
sebagainya.
Dalam hal pelaksanaan pendaftaran tanah
secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang
dibentuk oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk ( Pasal 8 ayat (1)). Penunjukan
Panitia Ajudikasi untuk membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sistematik dimaksud agar tugas – tugas rutin para
kepala kantor pertanahan tidak terganggu.
Susunan
panitia Ajudikasi yang dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) terdiri atas ( Pasal 8
ayat (2)) :
a.
seorang ketua panitia.merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan
Pertanahan Nasional;
b.
beberapa anggota yang terdiri dari:
1) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang
mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftarn tanah;
2)
seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan
di bidang hak – hak atas tanah;
3).
Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang
ditunjuk;
b. Obyek Pendaftaran Tanah
Adapun
obyek pendaftaran tanah menurut ketentuan Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997
meliputi:
1.
Bidang – bidang tanah yang dipunyai
dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Adapun yang
dimaksud dengan :
·
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang
dapat dipunyai orang atas tanah.
·
Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam dalam pasal 29, guna
perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan. Hak guna usaha diberikan atas
tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya
25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik
pengusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
·
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 20 tahun.
·
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan
dan atau memunguthasil dari tanah yang dikuasai langsung negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan – ketentuan Undang – undang.[8]
2.
Tanah Hak Pengelolaan, yaitu hak
menguasai negara yang kewengan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan
tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian
– bagian dari tanah tersebut kepadda pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga
3.
Tanah Wakaf, yaitu tanah hak milik yang sudah diwakafkan.
4.
Hak Milik atas Tanah Satuan Rumah Susun
5.
Hak Tanggungan
6.
Tanah Negara
Pendaftaran
tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah negara dilakukan dengan
mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.[9]
c. Satuan Wilayah Tata Usaha
Pendaftaran Tanah
Adapun
satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah menurut ketentuan Pasal 10 ayat 1
PP No. 24 Tahun 1997 adalah desa atau kelurahan. Sedangkan khusus pendaftaran
tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan, dan tanah negara satuan
wilayah tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten/ Kotamadya ( Pasal 10 ayat
(2) PP No. 24 Tahun 1997 ).
d. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pelaksanaan pendaftran tanah diselenggarakan
oleh Badan Pertanahan Nasional. Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah .
Pendaftaran
tanah untuk pertama kali ( Pasal 13 PP No. 24 Tahun 1997 ) dilakukan melalui dua cara, yaitu:
1.
secara sistematik, didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di
wilayah – wilayah yang ditetapkan oleh menteri
2.
secara sporadic, pendaftaran tanah dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan.
Pendaftaran
tanah secara sistematik, didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan
di wilayah – wilayah yang ditetapkan oleh Menteri / Kepala Pertanahan Nasional.
Apabila suatu kelurahan / desa belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran
secara sistematik, maka pendaftaran dilaksanakan melalui pendaftaran tanah
secara sporadic, yang dilakukan atas permintaan pihak yang berkepentingan.
Kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali (
Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997 ) meliputi :
a. Pengumpulan
dan pengolahan data fisik
b. Pembuktian
hak dan pembukuannya
c. Penerbitan
sertifikat
d. Penyajian
data fisik dan data yuridis
e. Penyimpanan
daftar umum dan dokumen
Sedangkan
kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi ;
a. Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak
b. Pendaftran
perubahan data pendaftaran tanah lainnya.
Ø Pengumpulan dan pengolahan data
fisik
Pengumpulan dan
pengolahan data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang
tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar, termasuk keterangan mengenai
adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Dalam rangka pengumpulan dan
pengolahan data fisik, dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatan
pengukuran dan pemetaan ( pasal 14 PP
No. 24 Tahun 1997) meliputi :
a. Pembuatan
peta dasar pendaftaran
b. Penetapan
batas – batas bidang tanah
c. Pengukuran
dan pemetaan bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran
d. Pembuatan
daftar tanah
e. Pembuatan
surat ukur
Ø Pembuktian hak dan pembukuannya
Dalam
hal ini kegiatan meliputi :
a. Pembuktian
hak baru
b. Pembuktian
hak lama
c. Pembukuan
hak
Ø Penerbitan sertifikat
Menurut
PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat adalah Surat Tanda Bukti Hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat 2 UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing –
masing udah dibukukan dalam Buku Tanah yang bersangkutan. Menurut PP No. 10
Tahun 1961, yang disebut sertifikat adalah salinan Buku Tanah dan Surat Ukur
yang dijahit menjadi satu bersama – sama dengan suatu kertas sampul yang di
tetapkan oleh menteri agrarian. Dengan demikian Sertifikat Tanah terdiri atas :
a. Salinan
Buku Tanah
b. Salinan
Surat Ukur
c. Kertas
sampul
Ø Penyajian data fisik dan data
yuridis
Penyajian data fisik dan data yuridis merupakan
kegiatan tata usaha pendaftaran tanah. Penyajian data fisik dan data yuridis
oleh Kantor Pertanahan terdiri dari:
a. Peta
Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang atau bidang – bidang
tanah untuk keperluan pembukuan
b. Daftar
Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat identitas bidang tanah
dengan suatu system penomoran
c. Surat
Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta
dan uraian
d. Buku
Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data
fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya
e. Daftar
Nama, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai
pengusaan tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan
mengenai pemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perorangan atau
badan hukum.
Ø Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Dokumen
– dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar
pendaftaran, diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang
bersangkutan atau di temapat lain yang ditetapkan oleh Menteri/ Kepala Badan
Pertanahan.
Peta pendaftaran, daftar tanah,
surat ukur, buku tanah, daftar nama, dan dokumen – dokumen diatas harus tetap
berada di Kantor Pertanahan atau di tempat lain yang di tetapkan oleh
Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Untuk mencegah hilangnya dokumen
tersebut, maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya,
pemeriksaan wajib dilakukan di Kantor Pertanahan.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian
pendaftaran tanah Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang
sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu
yang membebaninya.
Yang
menjadi dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia adalah :
1.
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 ( UUPA ), Pasal 19, 23, 32, dan 38.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang
diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Adapun
asas – asas penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 2
PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut :
Ø Asas
Sederhana,
Ø Asas
Aman,
Ø Asas
Terjangkau,
Ø Asas
Mutakhir,
Ø Asas
Terbuka,
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak – hak lain yang terdaftar
agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan, untuk itu pemegang hak diberi sertifikat.
2.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukam dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenal bidang – bidang tanah dan satuan – satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
3.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
System
publikasi dalam pendaftaran tanah merupakan salah satu hal yang sangat
menentukan kekuatan hukum bukti hak atas tanah yang dihasilkannya. Dalam
pendaftaran tanah terdapat beberapa system pendaftaran tanah yang dianut oleh
banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Adapun system
pendaftaran tanah tersebut sebagai berikut:
System Torrens
System Positif
System Negatif
Pokok
– Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah meliputi :
a.
Penyelenggara dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
b.
Obyek Pendaftaran Tanah
c.
Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah
d.
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
B.
Saran
Demikian
makalah ini kami buat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Hukum Agraria dengan
harapan semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan kita mengenai
Pendaftaran Tanah. Makalah ini juga terdapat kekurangan, baik dari segi
penulisan maupun penyampaian, maka kami selaku pemakalah mengharap saran dan
kritik kepada dosen dan pembaca semuanya karena kekurangan dan kesalahan yang
kami lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arba, Muhammad. 2008. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Asyhadie, Zaeni dan Arief Rachman. 2015. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:
PT
RajaGrafindo Persada.
Harsono, Boedi. 2002. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Kansil. 1994. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ( Jakarta:
Djambatan, 2002 ), hal. 520.
[2] Ibid., hal. 520.
[3] Muhammad Arba, Hukum Agraria Indonesia ( Jakarta: Sinar
Grafika, 2008 ), hal. 150.
[4] Boedi Harsono, Op.cit., hal 557.
[5] Zaeni Asyhdie dan Arief Rachman, Pengantar Hukum Indonesia ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015),
hal. 129 – 130.
[6] Muhammad Arba, Op.cit., hal 153.
[8] Kansil, Pengantar Hukum Indonesia ( Jakarta: Sinar Grafika, 1994 ), hal.
186 - 190
[10] Muhammad Arba, Op.cit., hal.162 -165.
No comments:
Post a Comment