Sunday 24 June 2018

GOOD GOVERNANCE


GOOD GOVERNANCE

 Tugas Makalah Guna Memenuhi
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Dr. Supriyadi, SH, MH

Disusun Oleh :
Dewi Ratna Sari                      (1520110053)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN ) KUDUS
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM / PRODI  AS
TAHUN AJARAN 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN
I.1  Latar Belakang
            Krisis ekonomi di indonesia yang tiada henti mengakibatkan berbagai masalah yang muncul. Hal ini disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak dikelola dengan baik. Sehingga mengakibatkan berbagai masalah seperti Korupsi , Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, kebijakn daerah yang merupakan harapan besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekhawatiran akan kegagalan program tersebut serta masih belu optimalnya pelayanan birokrasi pemerintah danjuga sector swasta dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan public.
            Masalah – masalah tersebut menghambat proses peulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat jumlah penduduk miskin bertambah serta tingkat kesehatan yang menurut sehingga engakibatkan berbagai konflik di berbagai daerah yang mengancam NKRI.
            Oleh karena itu,tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan. Di samping itu , perlu perlu juga dibangun rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang elibatkan tiga pilar yaitupara aparatur negara , pihak swasta dan masyarakat madani dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik. Maka dari itu pada makalah ini akan membahas tentang Good Governance secara umum.



I.2 Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Good Governance ?
2. Apa saja prinsip – prinsip  Good Governance ?
3. Apa saja  langkah – langkah  dalam  mewujudkan Good Governance ?
4. Bagaimana transparansi dan  akuntabilitas dalam negara demokratis modern ?

I.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk  mengetahui  apakah yang dimaksud  dengan Good Governance
2. Untuk  mengetahui  apa  saja prinsip – prinsip Good Governance                                                                  
3. Untuk  mengetahui apa saja  langkah – langkah  mewujudkan Good  Governance
4. Untuk memahami keterkaitan antara transparansi dan akuntabilitas dalam negara  demokratis modern




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Good Governance
            Menurut  MM.Billah ,istilah ini merujuk pada arti asli kata Governing yang berarti mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah public dalam satu negeri . karena itu Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai – nilai yang bersifat mengarahkan , mengendalikan , atau mempengaruhi masalah public untuk mewujudkan nilai – nilai itu dalam tindankan dan kehidupan keseharian.[1]
            Menurut Taylor, Good Governance adalah pemerintahan demokratis seperti yang dipraktikan dalam negara – negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika. Pada dasarnya konsep Good Governance memberikan rekomendasi pada system pemerintah yang menekankan kesetaraan antara lembaga – lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah ,sector swasta ,dan masyarakat madani (civil society).
 Good Governance berdasar pada pandangan ini berarti suatu kesepakatan menyangkut pada pengaturan negara yang diciptakan bersama pemerintah , masyarakat madani dan sector swasta. Good  Governance sebagaimana didefinisi UNDP adalah pelaksanaan politik ,ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah – masalah bangsa.
Sesuai dengan pengertian di atas , maka pemerintahan yang baik itu adalah pemerintah yang baik dalam proses maupun hasil – hasilnya. Semua unsur daalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis ,tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan – gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan lajunya pembangunan[2]

B.  Prinsip – prinsip Good Governance
          Ada sembilan prinsip Good Governance yaitu :
1.  Partisipasi ( Participation)
            Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan ,baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah . partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat. Paradigma birokrasi sebagai center of public servise harus diikuti dengan deregulasi berbagai aturan ,sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Tidak cukup
hanya dengan itu, aparatur pemerintah juga dapat menjadi pelaya yang baik karena tidak mungkin sebuah bangsa akan maju dengan cepat tanpa partisipasi penuh dari warganya.
2. Penegakan Hukum ( Rule of Law)
            Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan – perumusan kebijakan public memerlukan system dan aturan – aturan hukum. Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakannya yang kuat, partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis.
            Dalam proses mewujudkan cita Good Governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law ,dengan karakter – karakter yaitu:
a. Supremasi hukum ( the supremacy of law )
b. Kepastian hukum ( legal certainty )
c. Hukum yang responsive
d. Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi Peradilan

3. Transparansi ( Transparancy )
            Korupsi sebagai tindakan, baik dilakukan individu maupun lembaga yang secara langsung merugikan negara ,merupakan salah satu yang harus dihindari dalam upaya menuju cita Good Governance, karena selain merugikan negara korupsi bisa menghambat evektifitas dan efisiensi proses birokrasi dan pembangunan. Untuk itu perlunya tindakan pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan ,khususnya transaparansi dalam keuangan negara dan transparansi sector – sector public.

4. Responsif ( Responsiveness)
            Sesuai dengan asas responsive, maka setiap unsur pemerintah harus memiki dua etik ,yakni etik individual dan etik social. Kualifikasi etik individual menuntut mereka agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas professional. Sedangkan etik social menuntut mereka agar memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan public. Dalam upaya mewujudkan asa responsive pemerintah harus melakukan upaya – upaya strategis dalam memberikan perlakukuan yang humanis pada kelompok – kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.

5. Konsesnsus ( Consensus Orientation )
            Asas fundamental lain dalam mewujukan cita Good Governance adalah penganbilan keputusan secara consensus yakni pengambilan keputusan melalui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasa kesepakatan bersama. Cara pengambilan keputusan tersebut selain dapat memuaskan pihak juga dapat menarik komitmen komponen masyarakat sehingga memiliki legitimasi dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan.

6. Kesetaraan dan Keadilan ( Equity )
            Asas ini dikembangkan berdasarkan pada sebuah kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini tergoong plural, baik dilihat dari segi etnik ,agama dan budaya. Pluralisme ini tentu saja dapat memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan sempit seperti primordialisme egoisme , dan sebagainya.
            Untuk menuju pemerintah yang baik, proses pengelolaan masyarakat itu harus memberikan peluang, kesempatan, pelayan, dan treatment yang sama dalam koridor kejujuran dan keadadilan.

7. Efektivitas dan Efesiensi ( Effectiveness and Efficiency )
            Efektivitas dan efesiensi ,yakni berdaya guna dan berhasil guna . krieria efektivitas biasa diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar – besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan social.sedangkan efesiensi, biasaanya diukur dengan rasionalitas biaya pembanguman untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
            Agar pemerintah itu efektif dan efisien ,maka para pejabat perancang dan  pelaksana tugas – tugas pemerintahan  harus  mampu  menyusun perencanaan – perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat ,secara rasional dan terukur.

8. Akuntabilitas ( Accountability )
            Asas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban pejabat public terhadap masyarakat yang memberinya delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan. Pengembangan asas akuntabilitas dalam kerangka Good Governance tiada lain agar para pejabat atau  unsur – unsur yang diberi kewenangan mengelola urusan public itu sennatiasa terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan KKN.
             Secar teoritik,akuntabiliatas menyangkutt dua dimensi ,yakni akuntabilitas vertical dan akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertical menyangkut hubungan antara pemegang kekuasaan dengan rakyatnya,antara pemerintah dan warganya. Sementara akuntabilitas horizontal adalah pertamggung jawaban pemegang jabatan public pada lembaga yang setara,seperti Gubernur dengan DPRD tingkat I, Bupati dengan DPRD tingkat II dan presiden dengan para menterinya sebagai pembantu presiden .

9. Visi Strategis ( Strategic Vision )
Visi strategis adalah pandangan – pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan dating. Kualifikasi ini menjadi pentinngdalam kerangka perwujudan Good Govenance, karena perubahan dunia dalam kemajuan teknologinya yang begitu cepat. Salah satu contoh  kecerobohan bangsa indonessia dalam menerapkan kebijakan devisa bebas di era 1980 an dan memberi peluang ,pada sector swasta untuk melakukan pinjaman langsung terhadap berbagai lembaga keuangan di luar negeri  dengan tanpa memperhitingkan jadwal pembayaran yang rasional,teah menyebabkan krisis keuangan yang mengakibatkan tukar dollar meningkat dan kurs rupiah anjlok.[3]

C. Langkah- Langkah Mewujudkan Good Governance
a. Penguatan Fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
            Lembaga perwakilan rakyat ,yakni DPR,DPD ,dan DPRD harus mampu menyerap dan mengartikulasikan berbagai bentuk aspirasi masyarakat dalam berbagai bentuk program pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat serta mendelegasikannya pada eksekutif untuk merancang program – program operasional sesuai rumusan – rumusan yang di tetapkan dalam lembaga perwakilan tersebut.
            Selain itu, fungsi control DPR dan DPRD juga harus dilakukan untuk mengawasi akuntabilitas proses pelaksanannya ,sehingga terhindar dari bahaya internal yakni penggunaan wewenang dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi,kelompok,golongan atau partai politiknya sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan dapat menggerakkan partisipasi rakyat dalam pembangunan.
b. Kemandirian Lembaga peradilan 
Kesan yang paling buruk dari pemerintahan orde baru adalah ketidakmandirian lembaga peradilan. Intervensi eksekutif terhadap yudikatif masih sangat kuat ,sehingga peradilan tidak mampu menjadi pilar terdepan dalam menegakkan asa rule of law. Hakim,jaksa,dan polisi tidak bisa dengan leluasa menetapkan perkara,sehingga mereka tidak mampu menampilkan dirinya sebagai the  prophet of law. Untuk mewujudkan Good Governance lembaga peraadialan dan aparat penegak hukum yang mandiri professional dan bersih menjadi persyaratan yang mutlak.
c. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
            Jajaran birokrasi harus diisi oleh mereka yang memilikiintegritas, berjiwa demokratis ,dan memiliki akuntabilitas yang kuat ehingga memperoleh legitimasi dari rakyat yang dilayaninya. Karena itu paradigm pengembangan birokrasi ke depan harus diubah menjadi birokrasi populis yakni jajaran birokrasi yang peka terhadap berbagai aspirasi dan kepentingan rakyat,serta memiliki integritas untuk memberikan pelayanan kepada rakyatnya dengan pelayanan yang prima.
d. Masyarakat Madani (Civil Society) yang Kuat dan Partisipatif
Proses pembangunan dan pengelolaan negara tanpa melibatkan masyarakat madani akan sangat lamban,karena potensi terbesar dari sumber daya manusia justru ada di kalangan masyarakat ini. Oleh sebab itu ,berbagai kebijakan hukum harus memberi peluang padaa masyarakat untuk berpartisipasi, tidak saja dalam ssektor – sector kegiatan ekonomi dan politik,tapi juga dalam proses perumusan kebijakan – kebijakn public.
e. Penguatan Upaya Otonomi Daerah
             Salah satu kelemahan dari pemerintah masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada pemerintah pusat, sehingga potensi – potensi daerah dikelola oleh pemerintah pusat. Kebijakan ini telah menimbulkan ekses yang amat parah,karena banyak daerah yang amat kaya dengan sumber daya alamnya, justru menjadi kantong – kantong kemiskinnan nasional. Oleh sebab itu , pada era reformasi ini para pengelola negara telah melahirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan telah memberikan kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan sector – sector tertentu,seperti sector kehutanan , pariwisata ,pertanian ,dan lainnya.[4]

D. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Negara Demokrasi Modern
            Dalamm paham negara demokrasi modern,control rakyat terhadap penyelenggara negara merupakan terjemahan yang sempurna dari asa kedaulatan rakyat. Pada awalnya, control rakyat terhadap penyelenggara negara diejawantahkan di dalam model demokrasi representative semata. Namun dalam perkembangannya, demokrasi representative dapat terjerumus ke dalam pemerintahan eltarisme, dimana keputusan – keputusan penting hanya diambil oleh segelincir orang yang sangat jelas terhadap praktik – praktik penyelewengan kekuasaan.
            Untuk itu,control terhadap penyeenggara negara harus dapat bersifat langsung dan nyata. Control rakyat terhadapa penguasa hanya dapat memaparkan program dan kebijakn secara transparan. Dengan demikian, rakyat secara nyata dapat menuntut pertanggungjawaban terhadap penyelenggara negara.lewat pemberitaan pers yang bebas dan pebentukan opini public,penyelenggara negara tidak dapat mengelak dari tuntutan transparansi dan akuntabilitas public. [5]
            Di dalam pihak lain,control rakyat dan deokrasi representasi terhadappenyelenggara negara tidak dapat di jadika model tunggal bagi terciptanya peerintah yang transparan dan accountable. Dengan deikian tuntutan penyelenggara negara yang transparan dan accountable tidak merupakan tuntutan politis [6]
           


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Tentunya makalah  ini terdapat banyak kesalahan, maka dari itu saya  mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca dan khususnya dosen  mata kuliah pendidikan pancasila dan kewarganegaraan  ini. Makalah ini juga terdapat kekurangan, baik dari segi penulisan maupun penyampaian, maka saya selaku  pemakalah mengharap saran dan kritik kepada dosen dan pembaca semuanya karena kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.
Mudah – mudahan ke depan pelayanan yang diberikan melalui konsep Good Governance akan menjadikan kehidupan di negara lebih mudah dalam meperoleh pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang ada di pmerintahan negara. Sekali lagi kita berharap pelayanan publik yang efesien dan efektif serta akuntabilitas dapat diwujudkan di negara kita.


                           

DAFTAR PUSTAKA
Rosyada, Dede. 2003. Pendidikan Kewargaan (Civic Education ) Demokrasi ,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:  Prenada Media.
Rozak, Abdul., dkk. 2004. Buku Suplemen Pendidikan Kewaargaan . Jakarta: Prenada Media



[1] Dede Rosyada, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi , Hak Asasi  Manusia  dan Masyarakat Madani ( Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan The Asia Foundation, 2003) ,hal. 180.
[2] Ibid.,hal. 181.
[3] Ibid.,hal. 182-189.
[4] Ibid.,hal. 190-192.
[5] Abdul Rozak, Buku Suplemen  Pendidikan Kewarganegaraan (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan The Asia  Foundation,2004), hal. 154.
[6] Ibid.,hal. 155.

No comments:

Post a Comment

TES WAWASAN KEBANGSAAN CPNS LATIHAN SOAL

TES WAWASAN KEBANGSAAN (JUMLAH SOAL : 45 ) 1.Proses Islamisasi di Nusantara terjadi melalui berbagai bentuk, kecuali : A. Kesenian dan...